‘Diserang’ Demo, DPR Batalkan Pengesahan RUU KUHP Hari Ini!

Jam : 12:04 | oleh -85 Dilihat

Jakarta, ToeNTAS.com,- DPR dan Pemerintah akhirnya memenuhi sebagian permintaan demonstrasi mahasiswa di seluruh nusantara dengan membatalkan pengesahan RUU KUHP dan 3 Rancangan Undang-Undang lain.

Kepastian pembatalan pengesahan 4 RUU tersebut datang dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Empat RUU tersebut adalah RUU KUHP, UU Lembaga Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba.

RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan batal disahkan hari ini. Pengesahan ditunda entah sampai kapan karena memberikan waktu, baik kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.

Sedangkan dua RUU lainnya, yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan ditingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.

Terkait dengan pengesahan RUU KUHP yang batal untuk disahkan hari ini sebagaimana disampaikan dalam rapat konsultasi antara Presiden dengan Pimpinan DPR RI didampingi Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Komisi III DPRI, di Istana Negara, Jakarta, Senin (23/9/19) kemarin telah disepakati untuk ditunda sesuai dengan mekanisme, prosedur dan tata cara yang ada di DPR.

Mengingat Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa “setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka setiap RUU tidak bisa disahkan menjadi UU”.

“Karena ditunda, maka DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat,” ujar Bamsoet dalam siaran pers, Selasa (24/9/19).

Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menjelaskan, pada dasarnya penyusunan RUU KUHP sudah melibatkan berbagai profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, maupun lembaga swadaya dan organisasi kemasyarakatan. Sehingga keberadaan pasal per pasalnya yang dirumuskan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

“Pembahasan RUU KUHP yang dimulai sejak tahun 1963 sudah melewati masa 7 kepemimpinan Presiden dengan 19 Menteri Hukum dan HAM. Kita sebenarnya sudah berada di ujung. Jika saat ini terjadi berbagai dinamika di masyarakat, sepertinya ini lebih karena sosialisasi yang belum massif. Walaupun pada kenyataannya selama ini DPR RI melalui Komisi III telah membuka pintu selebarnya dalam menampung aspirasi. Para anggota DPR RI juga membawa aspirasi dari konstituennya. Memang tidak semua aspirasi bisa diterima, karena itu kita libatkan berbagai profesor hukum dengan berbagai kepakaran untuk meramu formulasi terbaik,” tutur Bamsoet. (cnbcin.c/Inge)