Jakarta, ToeNTAS.com,- Polda Jawa Tengah menetapkan dua orang dari agen penyalur tenaga kerja yang tak memiliki izin resmi sebagai tersangka kasus ekspoliotasi dan perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di Kapal Lu Qing Yuan Yu 623.
“Kami tetapkan MH dan S sebagai tersangka,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna saat dikonfirmasi, Selasa (19/5).
Dalam hal ini, penyidik menduga terjadi tindak pidana yang menempatkan pekerja migran indonesia (PMI) untuk keluar negeri tidak sesuai dengan perjanjian kerja.
Namun, hingga saat ini Iskandar belum menjelaskan secara rinci mengenai kronologinya. Termasuk, peran dari para tersangka dalam melakukan tindak pidana kejahatan tersebut.
Penyidik, lanjut dia, sudah mengamankan sejumlah alat bukti berupa surat pengembalian dokumen dari Direktorat Jenderal Hubungan Laut, dokumen-dokumen pendaftaran, kontrak kerja, dan slip gaji.
Polisi juga mengamankan akta pendirian PT Mandiri Bahari, serta Nomor Induk Berusaha 8120012221163, sejumlah perjanjian kerja sama, dan juga Nota Kesepakatan Nomor 002/NK/BDM-SJMTC/I/2020 tentang pendidikan dan latihan keterampilan kepelautan antara PT. Seaman Jaya Raya dengan PT. MTB tanggal 15 Januari 2020.
“Pasal yang dilanggar, Pasal 85 dan atau 86 huruf c UU RI Nomor 18 tahun 2017 tentang PMI dan atau pasal 4 UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Perdagangan Orang,” pungkas dia.
Informasi perbudakan yang berujung pada meninggalnya ABK di Kapal China pertama kali ramai diperbincangkan melalui media sosial. Akun Facebook Suwarno Cane Swe menggungah sejumlah video yang memperlihatkan tiga ABK sedang disiksa oleh awak kapal lainnya.
Salah satu video memperlihatkan seorang ABK yang tidak dapat berjalan sehingga harus ditopang oleh rekan-rekan ABK lainnya di kapal tersebut. ABK tersebut diklaim mengalami siksaan hingga meninggal dunia kemudian jasadnya yang ditutup dengan bungkusan berwarna oranye dilarung ke Laut Somalia.
Dikutip dari situs resminya, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), berdasarkan hasil pertemuan dengan pihak perusahaan pengirim ABK dan keluarga secara virtual, pada Senin (18/5), mengungkapkan WNI yang jadi korban di Kapal Lu Qing Yuan Yu 623, H, meninggal saat dibangunkan dari tidurnya.
“16 Januari 2020, Alm. H meninggal dunia di atas kapal LQYY623. Alm. ditemukan meninggal saat dibangunkan untuk bekerja,” menurut pernyataan itu, tanpa menyebut penyebab kematiannya.
Pada 23 Januari, jenazah H dilarung ke laut berdasarkan informasi Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh MTB, perusahaan pengirim yang memberangkatkannya.
Perusahaan mengklaim sudah mengirim Surat Keterangan Kematian dan Pemakaman di laut tertanggal 23 Januari 2020 dengan ditembuskan kepada Kemlu, Kemnaker, dan BP2MI.
“Namun demikian, dalam sistem persuratan baik Kemlu, Kemnaker, maupun BP2MI tidak pernah menerima Surat Keterangan Kematian termaksud,” menurut Kemenlu.
Pihak Kemenhub pun, lanjut pernyataan itu, menginformasikan bahwa MTB tidak terdaftar dalam Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dan tidak memiliki izin resmi sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (SP3MI).
“Kemlu dan Kementerian/Lembaga terkait akan memfasilitasi proses penyelesaian hak-hak almarhum dengan pihak ahli waris,” kata Kemenlu.
KBRI Beijing telah meminta otoritas RRT untuk menyelidiki lebih lanjut kejadian ini termasuk memeriksa kondisi ABK WNI lainnya di kapal LQYY 623.
“Kemlu akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak Bareskrim Kepolisian RI untuk investigasi kasus ini,” tandas pernyataan itu.
Sebelumnya, sejumlah kasus ABK yang meninggal yang diduga korban perbudakan di kapal China terjadi. Di antaranya, satu ABK WNI di kapal Long Xing 608, AR, meninggal pada 30 Maret, dan jenazahnya dilarung di laut.
Selain itu, ada kasus kematian AL dan SP di kapal Long Xing 629 yang meninggal dan kemudian dilarung pada Desember 2019. Pada kasus ini, polisi juga sudah menetapkan tersangka, yakni tiga orang dari agen penyalur ABK. (cnni.c/h)