Stella Beberkan Cream Klinik Kecantikan yang Dipakai Bikin Wajahnya ‘Hancur’

Jam : 06:17 | oleh -346 Dilihat
Foto: istimewa
Foto: istimewa

Surabaya – Stella Monica Hendrawan, pasien klinik kecantikan di Surabaya yang dituntut 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan mengungkapkan efek cream yang dipakai L’VIORS, sehingga membuat wajahnya ‘hancur’. Itu ia ketahui setelah pindah ke klinik dan dokter yang baru.

Pengakuan Stella itu dibeberkan dalam pembelaannya di Pengadilan Negeri Surabaya pada 28 Oktober 2021 lalu. Dalam kesempatan itu, Stella juga membeberkan keterangan dokter di klinik barunya bahwa cream yang dipakai selama ini menyebabkan ketergantungan.

“Sebelum pindah, saya sempat rehat sekitar 2 bulanan karena stress akan kondisi wajah saya yang sudah menyerupai monster buruk rupa sampai saya merasa siap untuk berobat kembali,” papar Stella, Senin (1/11/2021).

“Di klinik yang baru dengan dokter yang baru, wajah saya dicek dan dokter tersebut mendiagnosa bahwa wajah saya ini pembuluh darahnya sudah melebar kemana-mana sangat berantakan pula, kulit saya sangat tipis bahkan pori-pori saya sangat besar yang penyebab utamanya adalah ketergantungan cream racikan dokter dan mungkin adanya indikasi kesalahan dalam penindakan wajah. Karena sangat tidak masuk akal bila sudah dilakukan tindakan laser untuk bekas jerawat tetapi malah muncul jerawat-jerawat baru yang lebih parah dan ganas,” imbuhnya.

Stella menambahkan, dari hasil diagnosa di klinik kecantikan dan dokter diketahui untuk memulihkan wajahnya perlu waktu lama. Salah satunya yakni harus melalui proses detoksifikasi. Tak hanya itu, di klinik dan dokter barunya, ia kemudian disarankan menggunakan skincare dari perusahaan yang jelas atau telah terdaftar di BPOM.

“Untuk menyembuhkannya dibutuhkan waktu yang sangat lama karena wajah saya harus melalui proses detoksifikasi terlebih dahulu akibat dari efek ketergantungan cream racikan dokter (karena terlalu banyak bahan kimia dari cream racikan yang mengendap di dalam wajah saya, sehingga saat proses detoksifikasi, wajah saya akan mengeluarkan banyak sekali jerawat-jerawat yang sebelumnya tidak ada di wajah tersebut).

“Dokter yang baru ini hanya memberi saran untuk pakai pelembab wajah dan sunscreen (klinik ini tidak pernah meracik cream sendiri, mereka hanya menyarankan pasien menggunakan produk skincare impor yang ada merk perusahaan dan sudah ber-BPOM, dan sama sekali tidak dilakukan penindakan selain laser dan peeling (Mengangkat lapisan kulit terluar) untuk membersihkan komedo serta membuang sel-sel kulit mati. Karena dokter saya yang baru mengharuskan saya berfokus pada proses detoksifikasi wajah saya akibat pengendapan banyak sekali bahan kimia,” tandas Stella.

Kasus Stella ini bermula gegara curhatannya pada Desember 2019. Saat itu, dia mengeluhkan layanan Klinik L’VIORS yang tak sesuai harapannya melalui postingan di media sosial, Instagram.

Tak terima dengan postingan Stella, pihak L’VIORS kemudian mengirim somasi pada 21 Januari 2020. Dalam somasinya, Stella harus melakukan permintaan maaf di media massa setengah halaman dalam tiga kali penerbitan.

Namun permintaan itu, dianggap terlalu berat oleh Stella karena butuh dana yang besar. Stella sendiri telah berinisiatif mengunggah video permintaan maaf di media sosial. Namun pihak L’VIORS meminta menghapusnya.

Dianggap tidak merespon somasi, pada 7 Oktober 2020, Polda Jatim menetapkan Stella sebagai tersangka. Berkas Stella ini dilimpahkan ke kejaksaan dan mulai menjalani sidang pada 22 April 2021.

Dalam sidang perdananya, Stella didakwa melanggar Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Ayat 3 UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian pada sidang tuntutan 21 Oktober, jaksa menuntut 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan. Usai mendengar tuntutan tersebut, Stella mengajukan pembelaan pada 28 Oktober 2021.

Sambil terisak menangis, Stella menyebut bahwa dirinya sengaja dibungkam untuk tidak mengatakan hal-hal buruk kepada klinik kecantikan L’VIORS. Menurut Stella, sebagai pihak penyedia jasa atau klinik kecantikan, sudah seharusnya bisa menerima hal baik dan buruk dari konsumen. Namun hal itu tidak dilakukan Klinik L’VIORS, sehingga membuatnya menjadi pesakitan di kursi sidang.

“Seharusnya sebagai penyedia layanan jasa harus siap menerima feedback baik dan buruk dari konsumennya. Jangan maunya terima feedback yang bagus hanya demi popularitas dan nama baik semata agar dinilai orang sebagai klinik yang tidak pernah gagal mengobati pasien-pasien,” papar Stella dalam pembelaannya. (Tio/det.c)