Jakarta, ToeNTAS.com,- Direktorat IV/Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri bersama polda jajaran membongkar narkoba jaringan Fredy Pratama. Fredy Pratama disebut-sebut merupakan gembong narkoba terbesar di Indonesia.
Jaringan Fredy Pratama ini dikendalikan dari Thailand. Mereka mengontrol bisnis haram narkoba dengan target market di Malaysia dan Indonesia.
Total ada 10,2 ton sabu dan 116.346 butir ekstasi, disita dari 39 tersangka yang merupakan kaki tangan Fredy Pratama. Terbongkarnya jaringan narkoba kelas kakap ini menjadi bukti komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pemberantasan narkoba, sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) terkait pemberantasan narkoba di Istana Negara, pada Senin (11/9). Dalam ratas tersebut Jokowi memberikan sejumlah arahan kepada aparat penegak hukum terkait pemberantasan narkoba.
“Pengungkapan tindak pidana narkotika dilanjutkan dengan penanganan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak kejahatan lanjutannya adalah komitmen Polri untuk memastikan kartel narkotika tidak beroperasi lagi. Ini menjadi atensi Kapolri sebagai mana arahan Presiden untuk memberantas tindak pidana narkotika secara komprehensif, sebagai langkah taktis melindungi masyarakat dan membangun Indonesia yang lebih baik,” ujar Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada dalam jumpa pers, Selasa (12/9).
Bandar Narkoba Dimiskinkan
Dalam penegakan hukum, Polri tak hanya menindak jaringan narkoba dengan undang-undang narkotika. Bandar narkoba juga akan dimiskinkan untuk memberikan efek jera.
Para tersangka juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Aset-aset milik Fredy Pratama turut disita.
“Aset TPPU yang telah disita dan akan dikoordinasikan oleh Thailand adalah sebesar Rp 273,43 miliar,” ujar Wahyu Widada.
Aset-aset tersebut berupa tanah dan bangunan di Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), Jawa Timur (Jatim), DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Selain itu, Bareskrim Polri menyita 13 unit kendaraan senilai Rp 6,5 miliar dari keluarga Fredy Pratama.
“Jumlah aset yang disita dari TPPU estimasi sekitar Rp 111 miliar, berupa aset tanah dan bangunan,” imbuh Wahyu Widada.
Selain itu, Bareskrim Polri menyita 406 rekening dari jaringan Fredy Pratama. Rekening-rekening tersebut selanjutnya akan diblokir.
“Kemudian ada juga aset tersangka Fredy Pratama di Thailand senilai Rp 75 miliar,” imbuhnya.
Operasi ‘Escobar’ Narkoba
Jaringan narkoba Fredy Pratama ini terbongkar dalam join operation yang melibatkan badan narkotika internasional lintas negara. Polri bekerja sama dengan Drug Enforcement Administration (DEA) atau Badan Narkotika Amerika Serikat, serta kepolisian negara tetangga dalam pengungkapan kasus ini.
“Kita lakukan dalam bentuk join operation yang dilakukan juga dengan rekan-rekan kita dari Royal Thailand Police dan Royal Malaysia Police juga dengan US-DEA dan dengan rekan-rekan kita di Indonesia dengan Imigrasi, dengan PPATK, Bea Cukai, dan Ditjen Pas,” ujar Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada dalam konferensi pers di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Selasa (12/9).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa mengatakan operasi ini diberi nama ‘Sandi Operasi Escobar’. Namun, menurut dia, bukan berarti Fredy Pratama dijuluki sebagai Escobar dari Indonesia.
“Ya ini nama operasinya sandi Escobar. Sandi operasi Escobar. Bukan dia (Fredy Pratama) Escobar, dia biasa aja,” ungkap Mukti.
Operasi ini sendiri dilakukan sejak Mei 2023. Wilayah operasinya mencakup Sumatera dan wilayah Sulawesi.
“Bulan Mei 2023. Ya, (wilayah operasi) Sumatera dan wilayah Sulawesi,” kata dia. (d.c/Karen)