Nganjuk, ToeNTAS.com,- Motor Yamaha Mio yang dikendarai Mujiono bersama Binti Yuliani tiba di obyek wisata Rorokuning, Loceret, Nganjuk. Sejoli ini kemudian memarkir motornya dan menuju ke sebuah warung untuk membeli minuman kemasan.
Sambil membawa minuman kemasan, Yuliani lantas meninggalkan Mujiono dan pergi ke toilet hendak buang air kecil. Di dalam toilet tersebut, ia lalu membuka dan meminum sedikit minuman isotonik yang baru saja dibelinya itu.
Perlahan, Yuliani mengeluarkan bungkusan dari sobekan kertas buku berisi obat serangga sawah. Obat ini selanjutnya dituang dan dilarutkan ke dalam botol minuman lalu dikocok.
Usai aksinya ini, Yuliani kemudian kembali ke Mujiono yang menunggunya di warung. Sedangkan minuman yang sebelumnya telah dicampur racun serangga itu dimasukkan ke dalam tasnya.
Tak lama, Yuliani lalu mengajak Mujiono ke lokasi obyek wisata Rorokuning dengan berjalan kaki. Setiba di lokasi wisata, Mujiono lalu meminta minuman yang dibeli Yuliani dan meminumnya tanpa curiga.
Selang 5 menit berlalu, Mujiono tampak seperti orang mabuk dan matanya terus berkedip-kedip. Mengetahui hal ini, Yuliani lalu menanyakan kondisi Mujiono. Awakmu nyapo? (kamu kenapa?),” kata Yuliani saat itu.
Mendapat pertanyaan itu, Mujiono mengaku baik-baik saja dan hanya sedikit pusing. “Gak nyapo-nyapo, mbliyeng (gak kenapa-kenapa, pusing),” jawab Mujiono kepada Yuliani.
Racun serangga yang dicampurkan Yuliani ke dalam minuman itu rupanya bekerja. Yuliani selanjutnya merebahkan pelan-pelan badan Mujiono yang telah lemas setengah sadar itu. Aksi Yuliani meracuni Mujiono berjalan dengan mulus.
Yuliani dan Mujiono merupakan pasangan calon suami istri yang akan menikah pada 2 Februari 2014. Namun rencana pernikahan itu rupanya tak diinginkan Yuliani. Sebab, selain tak ingin menikah dahulu, ia juga jengkel karena orang tuanya menjodohkannya dengan Mujiono.
Dalam keadaan kalut, Yuliani kemudian bertekad menggagalkan pernikahan yang dipaksakan itu. Ia lalu merencanakan untuk membunuh Mujiono dengan racun serangga. Ini agar pernikahan yang telah direncanakan gagal.
Setelah berhasil meracuni Mujiono, Yuliani lalu merogoh dompet dan handphone serta kontak motor milik Mujiono yang disimpan di saku celana. Yuliani lantas meninggalkan Mujiono yang tergeletak keracunan di sisi Sungai Rorokuning.
Yuliani selanjutnya pulang ke rumahnya di Desa Sumberejo, Gondang, Nganjuk. Dalam perjalanan pulang, Yuliani rupanya sempat menghentikan laju motor dan memeriksa isi dompet milik Mujiono yang berisi uang Rp 400 ribu.
Melihat uang ini, Yuliani urung pulang dan belok menuju ke rumah temannya, Mei Triwahyuni. Ia mengajak temannya itu ke toko belanja pakaian dengan menggunakan uang rampasan dari dompet Mujiono.
Puas berbelanja, Yuliani lalu mengantarkan temannya dan pulang. Namun setiba di rumah, Yuliani ketakutan karena mengetahui orang tuanya pergi ke rumah sakit menjenguk Mujiono. Tak lama orang tuanya bersama lurah setempat kemudian menyusul dan membawanya ke kantor polisi sekitar pukul 17.00 WIB.
Mujiono yang diracuni Yuliani di Rorokuning rupanya belum tewas meski kondisinya mengalami penurunan kesadaran dan sangat lemah. Ini karena sejumlah orang yang tahu melarikannya ke RSUD Nganjuk. Nyawa Mujiono pun tertolong.
Rencana pernikahan Yuliani memang gagal sesuai harapannya. Namun ia membayarnya dengan mahal. Sebab ia ditetapkan jadi tersangka percobaan pembunuhan terhadap Mujiono yang dilakukan pada Kamis tanggal 16 Januari 2014 itu.
Perempuan kelahiran 1994 itu pun ditahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia selanjutnya jadi pesakitan di Pengadilan Negeri Nganjuk.
Selasa, 3 Juni 2014, Yuliani divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Nganjuk dengan pidana penjara 2 tahun 10 bulan. Vonis yang dijatuhkan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 5 tahun pidana penjara.
“Menyatakan terdakwa Binti Yuliani binti Nyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana percobaan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara 2 tahun dan 10 bulan,” kata hakim ketua Adrianus Agung Putranto membacakan amar putusan saat itu. (d.c/Ratih)