Solo, ToeNTAS.com – Untuk membangkitkan ekonomi pemerintah, Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN) kali ini memilih memulihkan kembali disektor ketahanan pangan non beras. Dalam merealisasikan program tersebut, pihak MAKN akan melakukan secara bertahap. Untuk pertama ini yang diinisiasi segera ada 142.000 hektar (ha) lahan yang berada diberbagai daerah di nusantara, sudah disiapkan, guna ditanami tanaman non beras. Hal ini terungkap dalam rapat terbatas MAKN di Kota Solo, Minggu (25/10) malam. “Selain itu kami juga membahas tentang kondisi negara sampai pada pelestarian budaya, tradisi dan adat peninggalan leluhur yang Adiluhung” ujar KPH DR Eddy Wirabumi, SH, MM, selaku Ketua Harian MAKN

Langkah ini dilakukan untuk mendukung kinerja Kementerian Pertanian dalam penyediaan komoditas pangan non beras, sehingga MAKN juga telah berkomunikasi dengan Komenko Perekonomian untuk melakukan kerja sama. Dalam kesempatan rapat terbatas tersebut juga di bahas tentang penginventarisasian lahan di wilayah yang akan melaksanakan program ketahanan pangan, sebagai bentuk kerja nyata kerajaan-kerajaan di nusantara. Kanjeng Wira menyebutkan, salah satu wilayah di Jateng yang akan melakukan program ketahanan pangan pertamakali di Kabupaten Blora. “Di sana ada hutan adat yang kosong yang bisa dimanfaatkan untuk program tersebut. Selama ini masyarakat atau petani disana belum terangkat kehidupannya, karena cara tanam mereka masih sangat sederhana dan tradisional, sehingga hasilnya juga tidak maksimal” paparnya
Dengan demikian, setelah pihak Keraton Surakarta Hadiningrat datang disana, untuk melakukan pendampingan mulai dari awal, sejak musim tanam sampai musim panen nanti, baik melalui proses permodalan dan pendampingan pasar. Di Blora untuk tahap awal ini akan menjalankan progam penanaman jagung. Selanjutnya juga ada usulan untu menanam tanaman non beras lainnya, seperti Shorgum maupun Porang. Sehingga secara ekonomi keraton keraton di seluruh nusantara ini dapat memberikan kontribusi atas kesuksesan program ini. “Kehadiran MAKN diharapkan dapat dirasakan manfaatnya di masyarakat pada setiap wilayah di nusantara ini” katanya sembari menambahkan, setelah di Jawa Tengah selanjutnya di Kabupaten Bima dan Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Tentang luasan lahan 142.00 hektar itu sangat mungkin untuk bisa bertambah, karena sampai saat ini pihaknya masih menginventarisir wilayah mana saja yang bisa melaksanakan program yang di support Kementerian Perekonomian tersebut. Memang sejak menjelang diproklamirkannya kemerdekaan NKRI, karaton-karaton se-nusantara ini telah berjuang dan memiliki andil besar dalam memenuhi kebutuhan bangsa dan negara, baik secara materiil (harta benda) maupun spiritual, bahkan sampai sekarang tetap dilakukan. “Ini merupakan salah satu bentuk kerja nyata keraton-keraton yang ada di nusantara untuk bangsa dan negara. Dimana melalui program ini kami membantu pemerintah dalam bidang perekonomian, utamanya ketahanan pangan, khususnya pangan non beras,” jelasnya
Selain pendampingan tentang pengolahan lahan, terlebih dahulu dilakukan proses pengawalan pendataan calon peserta, proses penanaman jagung hingga aksesibilitas kredit. Juga dalam hal pengelolaan lahan, pemilihan bibit, kemudian pendampingan selama masa penanaman, yakni 3-4 bulan sehingga harapannya hasilnya bagus. Termasuk memastikan tidak ada penurunan harga saat panen. Sehingga tujuan dari dijalankannya program tersebut, selain membantu pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan tercapai, juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar lahan yang digarap.
Dewan Kehormatan MAKN, Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pamecutan dari Puri Agung Denpasar menambahkan, telah disepakati pula sejumlah poin-poin yang akan dikerjasamakan dengan pemerintah. Bukan hanya tentang membantu pemerintah di ketahanan pangan, tentunya di bidang ketahanan budaya.“Menjaga kelestarian budaya sudah mendarah daging, jadi kami tetap melaksanakan kewajiban menjaga budaya adat. Karena itu dukungan pemerintah sangat dibutuhkan” katanya
Sejak sebelum Indonesia merdeka, budaya ini terjaga dengan baik, namun sekarang ini nyaris pudar, sehingga Raja, Sultan, Pemangku Adat Keraton, Kerajaan maupun Kasultanan sebagai pusat pelestarian budaya, khusus di bidang adat tradisi dan budaya, harus kembali berjuang, untuk melestarikannya. Tidak cukup dengan bicara dengan masyarakat adat, tentunya perlu biaya pendukung. Menjaga kesatuan Republik Indonesia dalam berbangsa negara ini tidaklah mudah. Tjokorda berharap ada perhatian tersendiri dari Pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten dan Kota kepada keraton atau kasultanan. “Tugas menjaga dan melestarikan adat budaya ini, kalau tanpa bantuan pemerintah sekarang tidak mungkin” tandasnya. (her)