Batam, ToeNTAS.com,- Industri telekomunikasi di Indonesia digegerkan oleh sebuah surat yang ditandatangani oleh Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredoo (Indosat), Alexander Rusli ditujukan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo) Rudiantara.
Surat dengan nomor 621/AE0-AEJ/REL/17 itu ditandatangani oleh CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli, tertanggal 17 Juli 2017.
Isinya adalah masukan Indosat Ooredoo kepada pemerintah agar membuat aturan mengenai tarif interent di industri telekomunikasi.
Selain itu, Indosat Ooredoo juga memberikan masukan agar diterapkan pengawasan dan sanksi terhadap aturan batas bawah tarif internet.
Berikut adalah isi surat yang bocor ke publik tersebut.
No. 621/AE0-AEJ/REL/17
17 Juli 2017
Kepada Yth.
Bapak Rudiantara
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta – 10110
Hal: Regulasi Tarif Batas Bawah dalam Layanan Komunikasi Data
Dengan hormat,
Bersama ini perkenankan kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena atas berkat rahmatNya, maka Bapak Menteri beserta jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika diberikan kesehatan untuk terus berkarya bagi negara kita, Indonesia tercinta. Kami menyampaikan penghargaan atas berbagai upaya yang telah dilaksanakan untuk membawa industri telekomunikasi semakin maju, berperan semakin besar dalam pembangunan serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Layanan komunikasi data merupakan jenis layanan yang masih berpotensi tumbuh, namun dengan besaran tarif yang ada saat ini, operator sangat kesulitan untuk terus mengembangkan jaringannya. Mekanisme pasar tidak dapat berjalan dengan normal, campur tangan Pemerintah sudah sangat diperlukan untuk menyelamatkan keberlangsungan industri telekomunikasi dan layanan kepada masyarakat.
Kementerian Kominfo telah memiliki perangkat aturan untuk tarif layanan komunikasi Voice dan SMS, namun belum ada aturan mengenai tarif komunikasi data. Kami mengusulkan agar Pemerintah segera menerbitkan aturan tersebut. Adapun pengaturan yang kami usulkan adalah sebagai berikut:
Batas bawah
Tekanan persaingan bebas tanpa regulasi yang memadai telah memaksa operator untuk menjual layanan data dengan tarif di bawah biaya produksi secara terus menerus. Kondisi ini mengakibatkan imbal hasil yang diperoleh dari kegiatan penyediaan layanan tidak memadai sehingga mengurangi kemampuan operator untuk mempertahankan kualitas layanan, apalagi memperluas layanan. Dalam jangka panjang bahkan dapat membahayakan keberlangsungan hidup operator.
Sebagaimana di industri lain, misalnya transportasi, Pemerintah menetapkan tarif batas bawah yang berlaku bagi semua pelaku di industri. Jika dilihat sekilas dan dalam jangka pendek, kebijakan ini nampak seolah-olah tidak pro persaingan dan pelanggan. Namun regulasi tarif batas bawah dalam jangka panjang justru akan menyelamatkan persaingan dan kepentingan pelanggan. Tanpa intervensi, persaingan justru terancam akan hilang ketika operator tidak mampu lagi bertahan hidup.
Meskipun ditetapkan tarif batas bawah, namun operator tetap diperbolehkan untuk menawarkan tarif promosi (lebih rendah dari batas bawah) dengan durasi terbatas. Jangka waktu (durasi) maksimal bagi operator dalam memberlakukan tarif promosi juga ditetapkan oleh Pemerintah dan berbeda untuk operator dominan dan nondominan.
Pengawasan dan sanksi
Kami mengusulkan agar pengawasan terhadap tarif batas bawah dilakukan secara ex-post dan dilakukan periodik setiap kuartal. Operator diwajibkan untuk menghitung yield data (total pendapatan data dibagi dengan total trafik data) selama satu kuartal dan melaporkannya kepada BRTI. Model pengawasan sederhana seperti ini akan memudahkan pengawasan mengingat skema tarif layanan data yang diterapkan operator sangat beragam.
Sanksi diberikan kepada operator yang tidak mematuhi aturan tarif batas bawah dalam bentuk peringatan, pengenaan denda, pengurangan hak untuk melakukan promosi, sampai pada larangan melakukan promosi.
Dengan adanya aturan batas bawah, maka yield operator akan membaik. Dampaknya adalah perbaikan kinerja operator yang juga akan meningkatkan pendapatan negara dalam bentuk pendapatan pajak maupun bukan pajak (BHP Telelekomunikasi dan kontribusi USO). Dan yang terpenting adalah terjaganya keberlangsungan layanan bagi masyarakat.
Besar harapan kami agar ke depan, persaingan industri telekomunikasi akan semakin sehat sehingga pada akhirnya industri dapat terus memberikan kontribusi bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia. Kami siap untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai usulan ini pada kesempatan pertama.
Demikian kami sampaikan, atas perhatian Bapak, kami mengucapkan terima kasih.
Direktur Utama
Alexander Rusli
Tembusan
Yth. Menteri Koordinator Perekonomian
Yth. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Yth. Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
Surat tersebut kemudian bocor ke publik pada minggu ini, dan menjadi perbincangan di tengah pelaku industri telekomunikasi. Bagaimana tanggapan Indosat Ooredoo akan hal ini, bagaimana keabsahan surat tersebut?
Surat asli
Saat dikonfirmasi KompasTekno, Jumat (21/7/2017), Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo, Deva Rachman menyatakan bahwa surat itu memang benar dibuat oleh perusahaan dan ditujukan pada Menkominfo.
Selain itu, dikirimkan juga tembusan kepada Menteri Koordinator Perekonomian, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPU), dan Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
“Memang surat itu benar dari Indosat untuk Menkominfo. Ada juga tembusannya pada menteri dan instansi terkait,” terang Deva.
“Isinya berupa masukan terkait batas bawah dalam tarif data di industri telekomunikasi, serta mekanisme pengawasan,” imbuhnya.
Dengan adanya tarif bawah, Indosat berharap industri telekomunikasi bisa berhenti perang harga dan murah-murahan, sehingga persaingan menjadi lebih sehat.
Bukan kehabisan nafas
Deva juga menjelaskan, alasan Indosat mengirimkan masukan tersebut bukan karena perusahaan sudah kehabisan nafas atau bingung mencari sumber pendapatan.
Menurutnya, alasan Indosat mengirimkan surat itu karena kondisi persaingan industri telekomunikasi yang sudah tidak sehat. Hal ini terlihat dari yield data yang diperoleh oleh operator dari tahun ke tahun.
Untuk Indosat saja, sebagaimana dikatakan Deva, yield data-nya terus menurun. Pada 2014, yield data Indosat adalah Rp 63.000 per GB, sedangkan pada kuartal IV 2016, yield data tersebut menjadi Rp 16.000 per GB.
Padahal, seiring banyaknya pemakaian, mestinya yield data tersebut naik. Namun karena operator bersaing dengan cara menurunkan harga layanan data, yield data jadi mengecil.
“Itu yang terjadi pada Indosat, dan saya yakin juga terjadi pada operator lain,” terangnya.
Sementara itu pendapatan operator dari layanan voice dan SMS semakin turun. Layanan data, yang dibanderol murah dikhawatirkan tidak bisa menjadi penopang ketika suatu saat voice dan SMS benar-benar ditinggalkan pengguna.
“Harga data yang murah ini tidak bisa mensubsidi jalannya bisnis,” ujar Deva.
“Sedangkan operator kan tidak boleh saling membicarakan tarif, bisa kena sanksi nanti. Karena itu butuh intervensi pemerintah untuk menetapkan tarif bawah,” imbuhnya.
Dengan adanya tarif bawah, Indosat berharap industri telekomunikasi bisa berhenti perang harga dan murah-murahan, sehingga persaingan menjadi lebih sehat.(tb.c/ruslan).-