Urusan Pokir DPRD DKI Mencuat Lagi Usai 4 Fraksi Angkat Kaki

Jam : 05:55 | oleh -126 Dilihat
Kursi di rapat paripurna DPRD banyak yang kosong karena 4 fraksi walkout.
Kursi di rapat paripurna DPRD banyak yang kosong karena 4 fraksi walkout.

Jakarta, ToeNTAS.com,- Drama walkout (WO) mewarnai rapat paripurna laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) DKI Jakarta 2019. Empat fraksi yang WO buka-bukaan alasannya.

Awalnya, rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi digelar terbuka di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Senin (7/9/2020).

Baru saja dibuka, rapat paripurna pun banjir interupsi penolakan dari sejumlah fraksi. Sebelum rapat paripurna dilanjutkan ke pembacaan pandangan fraksi, rupanya ada beberapa fraksi yang menolak PA2PBD 2019 yang dilaporkan oleh Pemprov DKI karena dianggap tidak ada transparansi.

Akhirnya, fraksi-fraksi yang menolak pengesahan P2APBD DKI 2019 memutuskan WO atau keluar dari ruang rapat paripurna. Fraksi yang memutuskan walkout itu adalah Golkar, PAN, NasDem, dan PSI.

“Golkar menolak PA2APBD, izinkan Golkar walkout,” ucap Basri Baco.

Setelah itu, anggota DPRD DKI dari Fraksi PAN, NasDem, dan PSI menyusul dengan keluar dari ruang Rapat Paripurna. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi PAN Zita Anjani pun keluar dari ruang sidang.

Meski mendapat penolakan, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi tetap melanjutkan rapat paripurna karena jumlah anggota DPRD DKI yang ada tetap masih memenuhi kuorum. DPRD DKI Jakarta akhirnya mengesahkan PA2PBD 2019.

Atas pengesahan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersyukur P2APBD DKI 20219 akhirnya disahkan anggota DPRD DKI Jakarta. Anies lalu menutup pidatonya dengan pantun.

“Makan rendang sambil tambah nasi, makannya berdua sangatlah lahap. Dalam sidang yang banyak interupsi, pukulan palu Pak Ketua sangatlah mantap,” ujar Anies di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (7/9/2020)..

“Saya ingin sampaikan alhamdulillah tadi P2APBD sudah ditetapkan sebagai Perda dan tadi kita juga mengajukan revisi atau perubahan atas Perda pajak parkir dan penerangan jalan umum yang sudah ditetapkan,” tuturnya.

Terbaru, satu per satu fraksi blak-blakan soal alasan memutuskan WO dalam rapat paripurna.

Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco mengatakan, alasan fraksinya memilih WO itu karena tak ada transparansi anggaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI.

Selain itu, Baco juga menyebut pinjaman dana sebesar Rp 12,5 triliun dari Pemerintah Pusat untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga tak pernah dikonsultasikan dengan DPRD DKI.

“Tidak ada penjelasan dan transparansi dari eksekutif terkait penggunaan dana SILPA tahun 2019. Pinjaman Rp 12,5 triliun ke pusat oleh gubernur juga nggak pernah dikonsultasikan dengan legislatif,” ujar Baco, Selasa (8/9/2020).

Menurutnya, cara yang dilakukan Pemprov DKI tersebut tidak boleh dilakukan sehingga menimbulkan adanya dugaan yang tidak sehat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Alasan lainnya, Baco menilai Pemprov DKI tidak mempunyai niat baik untuk bekerja sama dengan DPRD DKI. Sebab, aspirasi yang disampaikan DPRD DKI tidak ada yang ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI Jakarta.

“Tanda kutip tidak punya niat baik untuk bekerja sama dengan legislatif. Sudah satu tahun kita dilantik di sini dan sudah 3 kali reses, banyak juga aspirasi yang kita sampaikan tidak diwujudkan dengan eksekutif. Pokir (pokok-pokok pikiran) juga yang menjadi hak anggota dewan sebagai alat untuk membantu masyarakat bawah terkait usulan-usulan juga tidak diakomodir. Tidak ada penghargaan dari eksekutif untuk legislatif,” ungkap dia.

“Tuntutan kami itu sebenarnya supaya Pak Gubernur nggak kerja sendiri, hargai legislatif dan kembalikan hak dewan untuk bisa membantu masyarakatnya, yaitu pokir,” imbuh Baco.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Oman Rakinda mengatakan alasan PAN WO dari Rapat Paripurna itu karena tidak ada transparansi anggaran yang dilakukan Pemprov DKI.

“Kami Fraksi PAN tegas menolak pengesahan P2APBD karena 2 alasan. Yang pertama, tidak ada tampilan data yang jelas terkait penggunaan anggaran. Dengan angka SILPA Rp 1,203 triliun, kami butuh detail pengeluaran anggaran di 2019,” ujar Oman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/9/2020).

Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta harus senantiasa menyampaikan laporan keuangannya kepada DPRD DKI. Hal itu karena Pemprov DKI dalam bekerja menggunakan uang rakyat.

Selain itu, kata Oman, PAN menganggap Pemprov DKI Jakarta tak mendengar hasil reses yang dilakukan DPRD DKI Jakarta selama ini. Hal itu terlihat dengan tidak adanya tindak lanjut dari reses tersebut.

“Kita bisa lihat data, masih banyak kampung kumuh. Ada 136 kampung kumuh di Ibu Kota yang belum disentuh pemerintah. Aspirasi rakyat di kampung ini yang harus jadi prioritas, tapi sayang tidak diakomodir juga,” ujar Oman.

Hal yang sama disampaikan, Bendahara Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Ahmad Lukman Jupiter yang mengatakan alasan fraksinya WO dari ruang rapat adalah tak ada transparansi anggaran oleh Pemprov DKI.

“Kami menolak karena kami melihat tidak ada laporan keuangan secara transparan yang disampaikan oleh Pemprov DKI Jakarta yang jelas, tidak rinci,” ujar Jupiter saat dihubungi, Selasa (8/9/2020).

Selain itu, kata Jupiter, Pemprov DKI dianggap tidak menindaklanjuti hasil reses, sehingga serapan aspirasi masyarakat yang dilakukan DPRD DKI Jakarta dalam satu tahun ini tak ada yang direalisasikan. Jupiter menambahkan laporan pertanggungjawaban yang disampaikan Pemprov DKI Jakarta tidak sesuai dengan apa yang di lapangan. (det.c/o)