Busyro Muqoddas Soroti UU KPK-Seleksi Pimpinan

Jam : 06:25 | oleh -124 Dilihat
Eks pimpinan KPK Busyro Muqoddas
Eks pimpinan KPK Busyro Muqoddas

Sleman, ToeNTAS.com,- Sebanyak 37 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mundur selama tahun ini. Eks pimpinan KPK Busyro Muqoddas menyoroti revisi UU KPK hingga seleksi pimpinan KPK.

“Pertama, tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintah dan DPR tentang revisi UU KPK. Proses revisi UU KPK itu kan proses yang secara demokratis melanggar tata krama, baik prosedurnya maupun substansinya,” kata Busyro saat dihubungi wartawan, Sabtu (26/9/2020).

“KPK sendiri kan tidak pernah diundang sebagai pihak yang berkepentingan oleh Istana. Pada periode Agus Rahardjo tidak pernah diundang,” sambungnya.

Dilansir detik.com, Busyro kemudian membandingkan soal wacana revisi UU KPK di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kala itu SBY menerima masukan dari para pimpinan lembaga antirasuah itu.

“Dulu sudah ada rencana revisi, tapi kita datangi Menteri Kehakiman waktu itu, kami beri masukan. Oleh SBY diterima, kemudian ditunda revisi itu,” ungkapnya.

Busyro menyebut perbandingan era pemerintahan SBY dengan Jokowi itu berdampak pada kondisi psikologis di tubuh KPK. Selain itu, selama ini sistem yang ada di KPK egaliter, bukan sistem komando seperti di kepolisian ataupun kejaksaan.

“Teman-teman di KPK itu melihat kultur KPK yang independen, suasana egaliter yang bukan sistem komando di kepolisian dan kejaksaan, tapi sistem profesional, independen, dan setara. Semuanya diuji dalam ekspose yang diikuti oleh kalangan yang berkompeten,” urainya.

Kehadiran UU KPK yang baru inilah yang, menurut Busyro, membuat suasana di dalam KPK menjadi tidak kondusif. Menurutnya, UU KPK yang baru itu terlalu banyak mengatur sehingga mempersempit ruang gerak KPK.

“Nah, di UU baru itu ada Dewan Pengawas (Dewas). Akan penyadapan, akan penyitaan, dan sebagainya itu harus izin Dewas. Izin perlu banyak waktu dan ini sangat mengganggu, terlambat satu jam kalau OTT sudah lepas, satu jam telat, hilang momentumnya,” keluhnya.

“Itulah yang kemudian oleh teman-teman kami baca dari luar tapi kami komunikasi juga dengan teman-teman KPK, itu suasananya setelah UU baru, suasana yang sungguh tidak enak,” sambung Busyro.

Kemudian, gejala kedua yang memicu keluarnya pegawai KPK adalah terkait seleksi pimpinan KPK. Menurut Busyro, banyak intrik yang menyertai proses seleksi pimpinan lembaga antirasuah itu.

“Kedua, diikuti dengan seleksi pimpinan KPK yang didahului dengan permainan isu seperti operasi intelijen, misalnya KPK sarang Taliban itu, kemudian seleksi pimpinan KPK melibatkan BNPT tentang radikalisasi itu,” papar Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM itu. (oem)