Korlantas Polri Minta BBNKB dan Pajak Progresif Kendaraan Dihapus

Jam : 22:50 | oleh -228 Dilihat
Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi di Bandung
Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi di Bandung

Bandung, ToeNTAS.com, – Korlantas Polri meminta para gubernur tidak lagi membuat kebijakan pemutihan denda pajak kendaraan bermotor. Mereka justru mendorong pengurangan bahkan penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II dan pajak progresif kendaraan bermotor.

Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi mengatakan bahwa kebijakan itu dibahas dalam rangka memudahkan masyarakat dalam pengurusan data kendaraan, seperti data kepemilikan. Pengurangan BBNKB II dan penghapusan pajak progresif diyakini akan berpengaruh positif pada pendataan. Masyarakat tidak lagi memiliki kendaraan dengan data kepemilikan orang lain.

Menurut dia, saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih dari satu. Namun mereka justru menghindar ketika harus membayar kewajiban pajak progresif.

“Kita coba cek, faktanya betul masyarakat karena adanya beban pajak balik nama dan adanya pajak progresif yang dikenakan, bukannya bayar lebih banyak mobil kesekian, tapi justru menghindar dari kewajiban tadi dengan menitipkan kendaraan ini kepada orang lain,” ucap dia di sela Rapat Koordinasi Pembina Samsat Tingkat Nasional di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Senin (13/3).

“Inilah yang saya katakan tidak tertib. Negara tidak tahu berapa pajak yang bisa dikelola,” lanjutnya.

Firman berharap bahwa pemerintah kabupaten/kota, termasuk provinsi, memiliki visi yang sama karena sebagai ujung tombak pelayanan. Data dan pembayaran pajak yang baik bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat. Ia mencontohkan, saat ada kecelakaan dan semua dokumennya jelas, pengurusannya akan mudah.

“Kita tidak berharap ada yang kecelakaan, tapi ketika ada yang celaka, nah langsung dapat datanya dan langsung diurus kepada yang bersangkutan. Ini salah satu efek yang bisa dimanfaatkan oleh negara dengan adanya tertib data,” jelas dia..

Ia sendiri tidak menampik bahwa banyak inovasi yang dilahirkan di tingkat daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Namun, integrasi data tetap perlu dilakukan dengan segera. Pihak kepolisian, tim pembina samsat, dan pemerintah daerah bisa bersinergi serta saling menguatkan untuk mempercepat penerapan kebijakan penghapusan pajak progresif dan BBNKB II.

Dir Regident Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengatakan sinkronisasi data kendaraan sangat penting. Ia mencontohkan data kendaraan bermotor yang dimiliki kepolisian, Jasa Raharja dan Kemendagri berbeda.

“Data polisi ada 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di Jasa Raharja 113 juta. Nah, ini timpang berbeda,” ucap dia di tempat yang sama.

Pihaknya mencoba untuk membuat validasi data, supaya datanya sama. Banyak kendaraan bermotor yang tertabrak dan hancur atau dicuri. Dalam aturan, pemilik kendaraan dapat meminta untuk menghapus data kendaraan. Jika tidak, pajaknya akan jalan terus.

Di sisi lain, saat penegakan hukum tilang menggunakan ETLE, penindakannya jadi rumit seiring budaya membeli kendaraan bekas. Saat terjadi pelanggaran, pembeli kendaraan bekas belum melakukan pembaruan data, sehingga yang terkena tilang adalah pemilik sebelumnya.

“Datanya nggak valid. Makanya diminta tolong balik nama semua kendaraan (tanpa ada biaya agar meringankan masyarakat),” jelas dia.

“Makanya kami minta ayo pak gubernur BBN II dihilangkan saja, karena orang nggak mau bayar pajak sekarang karena mahal. Pajaknya motor 250 bayar BBN 1,5 juta. Harga motor cuma 2 juta. Ini contoh lho sehingga orang nggak mau bayar pajak,” jelas dia.

Yang memiliki kewenangan dalam aturan ini adalah gubernur dengan peraturan gubernur (pergub). Sedangkan untuk penghapusan pajak progresif, Yusri menjelaskan, tujuannya agar tidak terlalu banyak kendaraan bermotor. Saat ini, banyak masyarakat yang memiliki lebih dari satu kendaraan namun data kepemilikannya menggunakan kerabat atau asisten rumah tangga untuk menghindari pajak progresif.

“Mobil kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya nggak valid datanya. Makanya kami harapkan sudahlah pajak progresif hilangkan saja supaya valid data. Ini kita harapkan single data terjadi, data polisi, Jasa Raharja dan Dispenda semuanya sama,” terang dia.

“Gak usah pakai pemutihan, itu bukan hal yang bagus, contohnya tahun ini pemutihan pak gubernur. Makanya tolong sampaikan ke pak gubernur biar punya pajak PAD naik. Jadi kapan? Kita harapkan secepatnya tergantung pak gubernur,” tegas dia.

Sementara, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menjelaskan bahwa penghapusan BBNKB II ini berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2022. Dalam aturan itu juga tertuang bahwa kepala daerah itu mempunyai kewenangan untuk menghapus kemudian memberikan keringanan pajak apa pun.

“Agar masyarakat betul-betul memberikan data yang akurat atau masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor segera membalikkan atas namanya sendiri untuk lebih tertib administrasi,” terang dia.

“Pembahasan kedua juga daerah agar juga menghapus pajak progresif, tujuannya adalah agar satu atau dua orang tidak menyimpan dan membeli kendaraan yang banyak. Maka pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan itu yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar,” lanjutnya.

Pendataan yang baik bisa berdampak pada kemudahan pelayanan sekaligus memetakan potensi pendapatan. Dalam rakor tersebut dijelaskan mengapa perlu ditiadakan program pemutihan, karena hal itu bisa membuat masyarakat berleha-leha membayarkan kewajibannya. (mc/Inge Thirta)