5 Poin Walkot Depok Bicara soal GBI Cinere Didatangi Warga

Jam : 14:51 | oleh -34 Dilihat
Wali Kota Depok M Idris
Wali Kota Depok M Idris

Jakarta, ToeNTAS.com,- Wali Kota Depok M Idris akhirnya buka suara soal kejadian kapel GBI Cinere Bellevue di Gandul, Depok, Jawa Barat (Jabar), yang didatangi dan diprotes warga. Idris meminta masalah ini tak dikaitkan dengan isu Depok kota intoleran.

“Nah, ini juga saya rasa ini kota milik kita bersama. Kedamaian yang sudah ada, kenyamanan sudah ada, saya tanya dulu teman-teman merasa nyaman nggak di Depok? Ya, jangan diusik-usik karena kasus dikatakan intoleran,” ujar Idris saat konferensi pers di Balai Kota Depok, Selasa (19/9/2023).

Kapel didatangi dan diprotes warga pada Sabtu (16/9). Pengurus GBI Cinere Belleuvue, Arif Syamsul, menceritakan massa menggedor-gedor pintu ruko. Untuk diketahui, kapel berada di lantai 2 dan 3 bangunan ruko.

Namun polisi mengatakan tak ada penggedoran pintu ruko. Yang ada, kata Kapolres Metro Depok Kombes Ahmad Fuady, puluhan orang yang mendatangi kapel jemaat GBI Cinere Bellevue karena hendak menyampaikan penolakan.

Berikut 5 poin pernyataan Walkot Idris soal GBI Cinere Bellevue dalam konferensi pers pada Rabu (20/9):

1. Kapel Tak Berizin
Idris menegaskan kapel tak memiliki izin menggelar kegiatan ibadah. Idris menyebut pihak GBI Cinere Bellevue tak meminta izin kepada camat dan lurah.

“Tidak ada izin, sudah jelas. Tidak ada izin, izin kepada camat, lurah, tidak ada,” ucap Idris.

Dia menyebut ada persepsi yang harus diluruskan dalam memandang masalah GBI Cinere Bellevue. “Jadi salah persepsi, perlu dibenarkan persepsinya. Saya sudah minta kepada teman-teman untuk menjelaskan persoalan ini,” ujar Idris

Idris mengatakan kasus ini menjadi evaluasi pihaknya dalam melakukan sosialisasi peraturan terkait perizinan tempat ibadah lewat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Dia mengatakan tempat ibadah harus mengantongi izin sebagaimana diatur dalam surat keputusan bersama dua menteri.

“Mungkin izin kepada RT saya nggak tahu. Saya sudah minta kepada teman-teman untuk dipimpin nanti oleh Pak Sekda untuk menjelaskan persoalan ini walaupun FKUB sudah sosialisasi permasalahan peraturan FKUB yang sudah disosialisasi. Cuma udah lama nih cuma mungkin jadi evaluasi kita juga nih mungkin menangkapnya cuma 10% dan beberapa segelintir orang,” tutur Idris.

“Makanya kejadian ini evaluasi buat kita dalam hal sosialisasi peraturan perundangan ketentuan yang sudah dibuat oleh dua menteri. Jadi nggak ada izin, yang harusnya izin, nggak ada,” sambungnya.

2. Warga Datang Penasaran Lihat Kapel
Idris lalu mengatakan massa datang hanya penasaran dengan kapel. Idris menyebut warga sekadar mau melihat bentuk kapel.

“Iya, mereka penasaran untuk melihat kayak apa sih kapel. Mau lihat doang,” kata Idris.

“Bukan untuk nyeruduk. Bahasa media kadang-kadang nyeruduk, nyeruduk tempat ini. Kalau nyeruduk kan ganas,” ujarnya.

Dia mengatakan tak ada warga yang menyampaikan penolakan. Dia menambahkan, momen warga mendatangi kapel itu hanya terjadi 10 menit.

“Nah itu muncullah penolakan, mereka ingin melihat, kayak apa ininya, dan bagaimana suasananya, itu saja. Nggak ada ajakan dan niat nyeruduk,” tuturnya.

3. Izin Diproses
Idris menjelaskan perizinan kapel sedang diproses. Dia menegaskan semua orang bebas beribadah di tempat ibadah yang sudah mengantongi izin.

“Tadi proses izin kepada aparat dan pemerintah itu dilaksanakan. Kalau sudah dilaksanakan, tidak ada penyulitnya. Kita akan memberitahukan ke masyarakat bahwa ini sudah ada izinnya, mereka bebas untuk beribadah,” jelasnya.

“Diupayakan untuk tidak melakukan hal-hal yang memancing-mancing lagi nanti,” imbuh Idris.

Idris mengatakan saat ini sudah ada kesepakatan untuk izin kegiatan ibadah sementara selama 2 pekan sambil menunggu proses perizinan kapel selesai. Idris mengatakan pihaknya juga akan mengecek kelayakan bangunan yang dijadikan kapel itu.

“Ini kesepakatan mereka, sampai dua pekan. Proses perizinan, sebagaimana yang sudah saya jelaskan. Pertama dia tentunya punya surat izin dari pemilik ruko bahwa pemilik ruko sudah mengizinkan. Kedua, pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) akan konsul untuk melihat kelayakan dari ruko tersebut. Bukan ibadatnya ya, jangan salah paham,” jelas Idris.

4. Klarifikasi Surat LPM
Idris juga menjelaskan soal surat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang beredar. Surat itu yang berisi keberatan terkait keberadaan kapel tempat ibadah jemaat Cinere Bellevue di Gandul, Depok.

Dari foto yang dilihat Wartawan, tampak surat itu ditujukan untuk Kepala Kelurahan Gandul berisikan:

Dengan hormat, kami atas nama warga dari Kelurahan Gandul khususnya warga RT 12/03, warga RT25/05, warga RT 45/05, dan warga perumahan BPC RW10 dalam hal ini mengajukan keberatan atas nama warga dengan adanya tempat peribadatan di wilayah kami Jalan Raya Bukit Cinere RT12/03 Gandul, Cinere yang belum jelas perizinannya. Atas dasar permohonan tersebut di atas mohon untuk tidak melakukan kegiatan terlebih dahulu sebelum perizinan keluar.

“Ini perlu diklarifikasi, bukan surat (ajakan penolakan). Bahwa LPM sesuai fungsinya, dia menyampaikan aspirasi warganya,” ujar Idris.

Surat itu beredar di aplikasi perpesanan. Surat itu, jelas Idris, merupakan aspirasi warga. Idris menyebut ada miskomunikasi.

“Sebab, warga kan nggak bisa satu-satu menyampaikan kepada saya. LPM yang menyampaikan, disampaikan aspirasi warga seperti ini. Nah, nanti mungkin Camat akan menambahkan jawabannya seperti apa. Semalam kayaknya ada miskomunikasi yang berdampak pada miskonsepsi. Muncullah tadi, udah pada nggak sabaran, difoto, diviralkan, ada pihak yang tersinggung,” tuturnya.

Idris menekankan lagi isi surat tersebut bukan sikap resmi LPM. Idris menyebut ada kesalahpahaman.

“Jadi nggak ada ajakan ya. Suratnya itu aspirasi warga, tolong LPM sampaikan aspirasi kami bahwa kami tidak menerima keberadaan mereka. Nah, belum ada izin karena kesalahpahaman yang namanya kapel,” tambahnya.

5. Merasa Masalah Dibesar-besarkan
Idris menuturkan pihak gereja mengaku kapel adalah tempat ibadah untuk keluarga. Kendati saat KTP jemaat dikumpulkan untuk persyaratan izin, lanjut Idris, tertera data diri jemaat yang tak ada hubungan saudaranya dengan pihak gereja.

Hal tersebut, ucap Idris, juga jadi masalah. Menurutnya, masalah ini kemudian dibesar-besarkan.

“Yang disampaikan pihak gereja, kapel adalah tempat ibadah untuk kepentingan keluarga. Mereka bukan keluarga, sudah warga ke mana-mana. Di antara KTP yang dikumpulkan, ada KTP yang bukan orang Depok. Ini yang jadi dibesar-besarkan, muncul miskomunikasi antara mereka,” jelasnya. (d.c/Resti)