Di Balik Alasan Sakit Para Tersangka Kasus Korupsi

Jam : 02:02 | oleh -187 Dilihat

Jakarta, ToeNTAS.com,- Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto bukan satu-satunya tersangka kasus dugaan korupsi yang tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan alasan sakit.

Dua kali KPK melayangkan panggilan pemeriksaan, dua kali pula Novanto tak memenuhi panggilan dengan alasan yang sama.

Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP itu seharusnya menjalani pemeriksaan pada Senin (18/9/2017).

Dalam kasus e-KTP, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh DPR. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 2,3 triliun.

Sebelum mengajukan alasan sakit, Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka.

Melalui Pimpinan DPR, ia melayangkan surat kepada KPK agar penyidikan kasusnya ditunda karena ia tengah menempuh upaya praperadilan.

Selain Novanto, pengacara Otto Cornelis Kaligis pernah beralasan mengidap berbagai penyakit seperti  jantung, diabetes, penyempitan syaraf, dan tekanan darah tinggi. Saat itu, Kaligis, yang menjadi tersangka suap terhadap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, ditunda pemeriksaannya.

Kaligis juga sempat mengajukan gugatan praperadilan, yang akhirnya ditolak hakim. Kasusnya tetap berjalan, dan kini Kaligis tengah menjalani hukuman setelah divonis 5,5 tahun penjara oleh hakim. Pada proses banding, MA memperberat hukumannya menjadi 10 tahun.

Vertigo dan jantung

Pada panggilan pertama, Setya Novanto mengaku vertigo dan sempat pingsan setelah bermain pingpong di kediamannya.

Ia pun menjalani perawatan di Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta Pusat.

Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham mengatakan gula darah Novanto sempat naik saat olahraga sehingga membuatnya pingsan.

Bersamaan dengan sakitnya, Novanto mengajukan praperadilan terkait penetapan tersangka.

Istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, mengatakan, banyak penyakit baru yang muncul di tubuh Novanto. Penyakit itu terlihat sejak suaminya menjalani serangkaian tes kesehatan seminggu terakhir.

Beberapa penyakit baru yang muncul itu di antaranya, penurunan fungsi ginjal dan pengapuran jantung.

Ketika dipanggil kedua kalinya untuk diperiksa sebagai tersangka, Novanto kembali tak datang dengan alasan sakit.

Setelah vertigo, kali ini jantung Novanto yang bermasalah. Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan, Novanto harus menjalani kateterisasi karena gangguan jantung.

KPK  telah mengirimkan tim dokter untuk memastikan kondisi kesehatan Novanto.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan kondisi kesehatan Novanto oleh penyidik didampingi juga oleh tim dokter KPK.

“Tim penyidik bersama dokter KPK hari ini melakukan pengecekan terhadap kondisi tersangka SN di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur,” ujar Febri di Gedung KPK Jakarta, Senin (18/9/2017) sore.

Mengulur waktu

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan alasan sakit kerap digunakan oleh para tersangka kasus korupsi.

Pertama, tersangka hendak mengulur waktu dalam proses pemeriksaan, terutama bagi mereka yang tengah menjalani proses praperadilan.

Upaya mengulur waktu ini juga bagian dari strategi menghadapi proses hukum yang dijalani para tersangka.

“Atau ya sebenarnya menghindari upaya paksa dalam kasus tertentu misalnya (harus) ditahan. Ya pura-pura sakit aja. Padahal sebelum ada kasus korupsinya tidak pernah kita mendengar orangnya sakit,” kata Adnan, saat dihubungi, Senin (18/9/2017) malam.

Kemungkinan lainnya, kata Adnan, bisa jadi tersangka mengalami stres karena tak pernah membayangkan dirinya akan terjerat kasus dan menghadapi proses hukum.

Ia mengatakan, para tersangka yang biasanya penguasa, merasa kaget saat harus menghadapi proses hukum.

“Apalagi biasanya mereka kan hidup dengan sesuatu yang serba tersedia. Serba ada. Dari segi status sosial juga baik, reputasi juga baik, kekuasaan juga ada di tangan. Tiba-tiba semuanya hilang karena misalnya jadi tersangka,” kata Adnan.

Hal tersebut, kata dia, juga bisa memicu serangan jantung atau membuat kondisi fisik seseorang menurun.

Namun, Adnan mengatakan, untuk menghadapi situasi itu, penegak hukum harus memiliki dokter ahli agar bisa membuktikan alasan sakit si tersangka.

“Jadi memang ada yang faktual gitu ya. Karena itu tadi, tidak siap secara mental untuk menjadi tersangka. Tapi ya ada juga dan kami temukan juga alasan sakit itu untuk mengulur waktu sehingga memang penegak hukum itu harus ada dokter juga yang ahli,” kata Adnan.

Saat ditanya apakah ada motif untuk memunculkan rasa iba, Adnan menjawab hal itu juga mungkin saja menjadi salah satu alasan.

Akan tetapi, menurut dia, motif sakit itu sia-sia karena bukan rasa iba dan simpati yang didapatkan melainkan kecaman dari masyarakat.

“Pada prinsipnya sih lebih baik dihadapi supaya juga cepat. Karena juga enggak enak kan lama-lama menyandang status tersangka. Apalagi tetap menjabat,” lanjut dia. (kom.c/nathan)