Edhy Prabow Akui Barang Bukti Sitaan KPK Hasil Shopping-nya di Amerika

Jam : 20:37 | oleh -127 Dilihat
Tersangka dugaan suap ekspor benur, Edhy Prabowo, usai diperiksa KPK.
Tersangka dugaan suap ekspor benur, Edhy Prabowo, usai diperiksa KPK.

Jakarta, ToeNTAS.com,- Tersangka kasus suap ekspor benur, Edhy Prabowo,telah selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi hari ini. Dalam pemeriksaan itu, Edhy mengakui kepada KPK bukti-bukti yang disita adalah miliknya.

Dilansir dari detik.com, “Saya dikonfrontasi dengan bukti-bukti, itu saya akui semuanya,” kata Edhy kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2020).

Menteri KKP nonaktif ini tak menjabarkan lebih jauh barang apa saja yang ia beli di Amerika. Namun, Edhy menyebut ada barang berupa baju yang turut disita sebagai alat bukti oleh penyidik.

“Barang-barang yang saya belanjain, saya beli di Amerika kayak baju, apa, semuanya,” ungkapnya.

Lebih lanjut terkait sepeda yang disita KPK pada penggeledahan Rabu (2/12) kemarin, Edhy mengaku membelinya di Amerika. Namun ia tak mau merinci merek atau jenis sepeda yang disita di rumah dinasnya itu.

“Saya beli sepeda kan waktu di Amerika. Ya, maksud Anda kan sepeda yang di rumah saya, tanya sama penyidik,” katanya.

Diketahui, KPK telah menggeledah rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo. Dari hasil penggeledahan itu, KPK menyita 8 unit sepeda yang diduga hasil penerimaan suap dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.

“Pada penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan antara lain sejumlah dokumen terkait perkara ini, barang bukti elektronik dan 8 unit sepeda yang pembeliannya diduga berasal dari penerimaan uang suap,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (3/12).

Selain itu, KPK menyita mata uang rupiah dan mata uang asing senilai Rp 4 miliar. Ali menyebut penyidik akan segera menganalisis barang yang diamankan tersebut untuk bisa disita sebagai alat bukti.

“Ditemukan juga sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan total senilai sekitar Rp 4 miliar. Tim penyidik akan menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini,” ungkap Ali.

Kasus bermula setelah Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster. Andreau Pribadi Misata (APM) selaku staf khusus menteri ditunjuk sebagai ketua pelaksana. Sedangkan Safri (SAF), yang juga staf khusus menteri, menjabat wakil ketua pelaksana.

“Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango sebelumnya.

Selanjutnya pada awal Oktober 2020, Direktur PT DPP Suharjito menyambangi kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa ekspor benur hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. PT DPP diduga mentransfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total Rp 731.573.564.

“Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas AMR dan ABT, yang diduga merupakan nomine dari pihak EP serta YSA. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar,” ujar Nawawi.

Pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar diduga mentransfer uang ke salah satu rekening atas nama Ainul Faqih selaku staf istri Menteri Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, senilai Rp 3,4 M. Uang tersebut diduga diperuntukkan buat keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati, Safri, dan Andreau Pribadi dengan rincian sebagai berikut:

1. Penggunaan belanja oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyati pada 21-23 November sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.
2. Uang dalam bentuk USD 100 ribu dari Suharjito yang diterima Safri dan Amiril Mukminin.
3. Safri dan Andreau menerima uang sebesar Rp 436 juta. (nisa)