ToeNTAS.com,- Saat membesarkan seorang anak, ada beberapa sifat yang bisa terlihat ya, Ma. Salah satunya adalah sifat keras kepala, terutama saat anak mulai sekolah.
Di usia sekitar 6-9 tahun, anak mulai memiliki keinginan sendiri dan kadang memaksakan agar keinginan tersebut bisa terwujud, bagaimanapun caranya.
Jika orangtua tidak mengizinkan hal tersebut, seringkali muncul perdebatan dan Mama akan mulai merasa anak memiliki sifat keras kepala. Dikutip dari Parenting First Cry, keras kepala sebenarnya bisa menjadi ciri khas yang ditunjukkan anak bahkan sejak bayi.
Penting untuk dipahami bahwa keras kepala adalah bagian dari kepribadian sebagian anak, namun pada sebagian lainnya sifat ini justru menjadi cara untuk menegaskan keinginan mereka.
Untuk menghadapi anak dengan sifat keras kepala, Mama perlu melakukan beberapa trik yang tepat. Jika tidak, bisa saja hubungan komunikasi antara Mama dan anak justru akan terhambat karena pertengkaran.
1. Dengarkan dan hindari berdebat
Komunikasi adalah jalan dua arah. Jika ingin anak mendengarkan ucapan Mama, maka Mama sebaiknya lebih dulu mendengarkan keinginan anak. Anak yang berkemauan keras mungkin memiliki pendapat yang kuat dan cenderung suka membantah.
Dilansir Mom Junction, anak dengan sifat keras kepala juga mungkin akan mudah emosi terutama saat ia merasa tidak didengar. Jadi, dengarkan apa yang menjadi keinginan anak dan lakukan percakapan terbuka tentang apa pendapat Mama.
Hindari langsung memotong pembicaraan anak dan menasihatinya panjang lebar. Jika demikian, anak justru akan semakin enggan untuk berkompromi dengan pendapat Mama.
2. Jangan paksa anak berlebihan
Saat Mama memaksakan keinginan pada anak, terutama pada hal yang tidak mereka sukai, anak dengan sifat keras kepala cenderung akan memberontak. Bukan tidak mungkin, anak juga akan marah.
Oleh sebab itu, sebaiknya hindari kebiasaan suka memaksa anak ya, Ma. Sebaliknya, jika Mama ingin anak mau mendengarkan dan mengikuti nasihat Mama, lakukan pendekatan secara perlahan.
Misalnya saat anak bersikeras menonton televisi melewati jam tidurnya, maka langsung marah-marah dan mematikan televisi tidak akan membantu. Sebaliknya, duduklah bersamanya dan tunjukkan minat pada apa yang anak tonton.
Saat Mama menunjukkan kepedulian, anak akan tertarik untuk merespons. Saat hubungan dan rasa percaya mulai terbangun, anak akan lebih mudah untuk menerima saran dari Mama. Demikian disampaikan oleh Susan Stiffelman dalam bukunya yang berjudul Parenting Without Power Struggles’
3. Tetap tenang dan hindari terbawa emosi
Saat sedang emosi, Mama cenderung mudah berteriak pada anak? Sebaiknya hindari dulu ya ketika berhadapan dengan anak yang keras kepala.
Berteriak pada seorang anak yang suka menantang dan berteriak juga akan mengubah percakapan biasa antara orang tua dan anak menjadi seperti perang, Ma. Anak mungkin akan menganggap nada tinggi Mama sebagai ajakan untuk bertengkar.
Sebagai orang yang lebih dewasa, Mama diharapkan bisa lebih bijaksana saat berbicara dengan anak. Bantu anak memahami perlunya berperilaku dan berbicara dengan tenang.
Ketika momen berbicara dengan anak menjadi mulai menguras emosi, lakukan hal-hal kecil supaya tetap tenang. Misalnya menarik napas dalam, cuci muka sejenak atau menghindari ruangan terlebih dahulu.
4. Ciptakan lingkungan rumah yang menyenangkan
Anak-anak belajar melalui observasi dan pengalaman. Jika anak melihat orangtua berdebat sepanjang waktu, maka anak akan belajar menirunya. Misalnya ketika Mama dan Papa sering bertengkar di rumah.
Perselisihan pada orangtua dapat menciptakan lingkungan yang penuh tekanan di rumah, yang pada ujungnya turut memengaruhi suasana hati dan perilaku anak.
Menurut sebuah penelitian, perselisihan pada rumah tangga bahkan dapat menyebabkan masalah sosial dan bahkan agresi pada anak-anak.
5. Berikan alternatif pada anak
Memberitahu seorang anak yang keras kepala apa yang harus dilakukan alias mendikte dapat membuat ia semakin memberontak. Sebaliknya, tawarkan kepada mereka pilihan untuk dilaksanakan karena ini membuat mereka merasa seolah-olah memiliki kendali.
Anak pun akan lebih menghargai adanya pilihan atau alternatif dari orang ua secara mandiri dapat memutuskan apa yang ingin mereka lakukan.
Pertahankan pilihan terbatas untuk menghindari bingung pada anak. Berikan pilihan setidaknya dua atau tiga saja. Misalnya, saat Mama meminta anak untuk membersihkan kamar, tanyakan apakah mereka ingin memulai dengan membersihkan tempat tidur atau lemari terlebih dahulu.
6. Jangan ragu memberikan aturan dan hukuman
Anak yang keras kepala membutuhkan aturan dan peraturan untuk bisa belajar mengendalikan diri. Jadi, jangan ragu untuk menetapkan batasan dan jelaskan konsekuensinya.
Jika perlu, mintalah masukan juga dari anak tentang konsekuensi apa yang akan terjadi serta pandangan mereka tentang masing-masing konsekuensi tersebut. Konsistensi penting, tetapi ini tidak akan menimbulkan kekakuan.
Penting untuk bersikap fleksibel pada saat-saat tertentu, seperti ketika Mama dan keluarga sedang berlibur.
7. Cobalah turut berpikir dari sisi pandang anak
Jangan terburu-buru stres saat menghadapi anak keras kepala, Ma. Lihatlah masalah yang dihadapi dari sudut pandang anak dan cobalah untuk memahami mengapa ia berperilaku seperti itu.
Misalnya jika Mama berjanji untuk mengajak anak ke taman namun mendadak tidak jadi karena hujan, maka Mama perlu menjelaskan secara detail pada anak. Sebab meski alasannya jelas, kemungkinan besar anak hanya akan melihatnya sebagai janji yang dilanggar.
Nah, ketika Mama bisa menjelaskan alasannya dengan perlahan, anak mungkin bisa lebih menerima hal tersebut dan tidak marah.
Demikian cara mendidik anak yang keras kepala yang bisa dilakukan oleh orang tua. Jika Mama butuh bantuan, jangan ragu untuk mengajak Papa dan anggota keluarga lain untuk ikut terlibat, ya. (Dewi/popmama.c)