ToeNTAS.com,- Pokja Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) Kabupaten Sukabumi tengah mendalami isu mengenai seorang guru di Sukabumi yang lumpuh dan mengalami gangguan penglihatan usai suntik vaksin. Kabar beredar menyebut gangguan kesehatan terjadi usai Susan yang merupakan guru SMAN 1 Cisolok itu menjalani vaksinasi Covid-19 dosis kedua.
Ketua Pokja KIPI Kabupaten Sukabumi, Eni Haryati melalui Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Andi Rahman memastikan kejadian tersebut tengah dalam proses penanganan. Hanya saja dia mengaku tidak bisa menjelaskan detail.
Sebab menurut Andi, kewenangan investigasi langsung diserahkan ke para ahli di Komite Derah (Komda) KIPI Jawa Barat maupun Komite Nasional (Komnas) KIPI, termasuk penjelasannya.
“Kasusnya sudah di tangani oleh para ahli di RSHS (Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung). Apakah penyakit yang sekarang diderita oleh Ibu Susan berhubungan dengan vaksin atau tidak, masih dalam penelitian atau investigasi para ahli di KOMDA KIPI Jawa Barat maupun KOMNAS KIPI,” tutur Andi ihwal investigasi isu guru Sukabumi yang lumpuh usai vaksinasi. “Kalau sudah ada hasil akhir dari investigasi InsyaAllah akan ada pemberitahuan, bisa berupa jumpa pers ataupun pers realease,” sambung dia.
Susan yang disebut Andi, adalah seorang guru di SMAN 1 Cisolok Kabupaten Sukabumi. Perempuan usia 31 tahun ini dikabarkan mengalami gangguan penglihatan dan kelumpuhan.
Adik Susan, Yayu membenarkan kondisi gangguan kesehatan yanag dialami kakaknya itu. Menurut dia, gangguan kesehatan itu dialami sang kakak usai menerima suntik dosis kedua vaksin Covid-19 untuk tenaga pendidik.
“Ceritanya kakak saya ini mendapat vaksin kedua pada tanggal 31 Maret lalu, saat itu kakak saya sempat mengeluh katanya merasa pusing, mual, lemas. Oleh pihak Puskesmas diminta untuk istirahat, tapi bukannya membaik malah katanya sesak nafas,” ungkap Yayu dikutip dari detikcom.
Susan, menurut Yayu, lantas diminta berbaring untuk menjalani pemeriksaan tekanan darah dan kadar oksigen. Hasilnya normal.
“Kata pihak Puskesmas ini si teteh panik, coba tenangin. Saya saat itu kan nemenin di lokasi, kata saya, teh tenang,” cerita Yayu.
“Ternyata enggak bisa tenang, tangannya jadi kaku, penglihatan jadi gelap, blur, terus bicara juga jadinya kaku. Saat itu juga dipasang oksigen dan dibawa ke RSUD Palabuhanratu,”sambung dia lagi.
Selang sehari, Susan kemudian dirujuk ke RSHS Bandung. Warga Kampung Pasir Telaga, Kecamatan Cisolok itu sempat menginap satu malam hingga akhirnya keluarga baru mendapat ruangan pada tanggal 1 April.
“Dapat ruangan di kelas 3, sebenarnya BPJS kelas 2, berhubung penuh, akhirnya kelas 3, dirawat selama 23 hari keluar dari RSHS tanggal 23 April,” tutur dia lagi.
Yayu adik Susan ini pun mengungkapkan, meski sudah mendapatkan penanganan medis di RSHS Bandung, sang kakak masih kesulitan berjalan dan penglihatan pun normal. Namun keluarga telah mendapatkan bekal obat-obatan.
“Sekarang sudah melihat warna dan bentuk tapi belum bisa melihat jelas. Kalau ke mana-mana masih ngesot, geraknya sedikit, karena capek. Sampai saat ini masih begitu. Memang kalau pas awal prihatin banget, keluarga sudah pasrah waktu itu,” kata Yayu saat diwawancara Rabu (28/4).
Dia menambahkan, berdasarkan keterangan petugas kesehatan di RSUD Pelabuhanratu, kondisi Susan disebabkan oleh gangguan pada sistem imun dan kekebalan tubuh.
“Kalau dari dokter di Palabuhanratu begitu, tapi kalau kata pihak RSHS ada beberapa gejala, yang pertama GBS MFS Miller Fisher, kemudian gangguan mata dan pencernaan,” ungkap Yayu yang merupakan guru honorer di SMAN 1 Cisolok tersebut.
Yayu pun berharap sang kakak kembali pulih dan sehat seperti sediakala.
“Saya hanya ingin kakak saya sembuh, sampai saat ini itu satu-satunya keinginan saya. Awalnya juga dia baik-baik saja,” pungkas Yayu.
Adapun Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Andi Rahman meminta publik menunggu hasil investigasi Komda KIPI Jawa Barat dan Komnas KIPI mengenai kejelasan penyebab gangguan kesehatan yang dialami Susan.
“Kami di Pokja KIPI tidak berwenang memberi keterangan apakah ini berhubungan dengan vaksin atau tidak, karena kewenangan kami hanya sampai penatalaksanaan kasus sesuai kemampuan sarana yang ada di RS Kabupaten Sukabumi dan pelajaran, kewenangan investigasi ada di KOMDA dan KOMNAS KIPI,” jelas Andi.
Dia pun membantah pihaknya melakukan pembiaran terhadap kasus ini. Andi mengatakan langsung melakukan penanganan.
“Supaya paham, kita tidak ada pembiaran. Apakah KIPI atau tidak, oleh ahli yang menjawab, bukan kita. Sisa vaksin ini kan, vaksin untuk 10 orang 1 vialnya. Sisanya disuntikkan yang lain [ternyata] tidak apa-apa kalau dari vaksin semuanya ikutan dong,” ungkap Andi.
Cerita ihwal kelumpuhan dan gangguan penglihatan yang dialami Susan bermula dari unggahan warganet di media sosial. Pengguna akun bernama Rudi Ripandi dalam unggahannya itu ikut menandai nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hingga pihak Kementerian Kesehatan.
Rudi menyebut, kejadiana yang dialami Susan terjadi setelah menjalani suntik vaksin dosis kedua untuk guru. (Aira)