Bingung Hadapi Si Kecil yang Sering Emosi? Tak Perlu Khawatir, GKR Bendara Bersama Psikolog Bagikan Tips Jitu Menyikapi Anak yang Sedang Marah

Jam : 09:15 | oleh -277 Dilihat
Jangan sepelekan anak yang sedang marah, begini cara menyikapinya
Jangan sepelekan anak yang sedang marah, begini cara menyikapinya

ToeNTAS.com,- Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa memiliki rasa marah. 

Dilansir dari nakita.grid.id, Biasanya, anak mengungkapkan perasaan ini dengan cara berteriak, memukul, mengamuk, bersikap galak, ngambek, membuang barang di sekitarnya, atau bahkan menangis dramatis.

Meski wajar terjadi, kemarahan lama-kelamaan juga bisa menjadi masalah jika perilaku tersebut tidak terkendali.

Kondisi itu pun bisa semakin diperparah dengan sikap orangtua yang justru terbawa emosi ketika melihat anaknya mendadak marah tidak karuan.

Padahal, tahukah Moms, kemarahan yang diluapkan oleh anak sebenarnya merupakan hasil dari ketidakmampuan mereka dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya, lo.

Maka dari itu, ketika anak marah, Moms dan Dads sebaiknya tidak ikut-ikutan emosi.

Lantas, bagaimana ya cara yang tepat untuk menyikapi anak yang sedang marah?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara dari Keraton Jogja bekerjasama dengan lembaga psikologi Omah Perden mengadakan sharing melalui Instagram Live di @gkrbendara dan @omahperden pada hari ini, Jumat (18/12/2020).

Diskusi parenting yang didukung Nakita.id ini menggandeng Psikolog dan Pendiri Omah Perden (Kemuning Kembar), Anggiastri H. Utami, M.Psi., sebagai narasumber.

Tangkap layar instagram.com/@gkrbendaraGKR Bendara bersama Psikolog Anggiastri H. Utami, M.Psi., dari Omah Perden berbagi tips untuk para orangtua

Selama satu jam, Instagram Live yang dipandu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara ini pun membahas tentang menyikapi anak yang sedang marah.

Dalam kesempatan itu, Psikolog Anggiastri atau yang akrab disapa Anggi ini mengatakan bahwa emosi sebenarnya sudah ditunjukkan anak sejak masih bayi.

Contohnya, ketika anak menangis karena kelaparan atau meminta susu.

“Sebenarnya dari bayi sudah bisa (menunjukkan emosi) ya Gusti. Misalnya, anak menangis karena butuh susu atau lapar, itu juga sebenarnya anak sedang mencoba komunikasi dalam bentuk emosi,” ujar Anggi.

Jika Si Kecil melakukan hal tersebut, Anggi menganjurkan para orangtua untuk tidak mengabaikan luapan emosi tersebut.

Pasalnya, nantinya anak akan menjadi kurang peka dengan emosi yang dirasakannya.

“Ketika kita sebagai orangtua memenuhi, maka rasa aman dari si anak ini akan terbentuk. Tapi, ketika kita mengabaikan, maka dalam diri anak, agar berkembang perasaan yang, ‘Oh ketika aku meminta atau membutuhkan sesuatu dari orangtuaku diabaikan’.

Ya makanya secara emosi, anak akan menjadi kurang peka atau abai dengan emosi yang dirasakannya,” sambungnya.

Apabila Moms kesulitan untuk memahami emosi anak, Anggi pun mengatakan bahwa cara pertama yang harus dilakukan adalah peka terhadap emosi diri sendiri.

“Untuk memahami emosi itu, kita sebagai orangtua perlu peka. Kalau dalam bahasa psikologinya, kita perlu melakukan sensitifasi terhadap emosi kita sendiri. Kita mengenali dulu, ‘Oh kalau aku mendapatkan peristiwa ini, emosi yang aku rasakan apa, perilakunya apa’,” jelas Anggi.

Tak hanya itu, orangtua juga perlu melakukan observasi pada dirinya sendiri.

“Kurang lebih melakukan observasi terhadap diri kita sendiri. Kenapa hal ini perlu dilakukan? Karena emosi dan berbagai macam responnya itu kurang lebih punya karakteristik yang sama, walaupun tadi bentuk perilaku yang keluar berbeda.

Tetapi, biasanya respon yang diberikan pada anak akan kurang lebih sama. Jika kita bisa memahami emosi kita sendiri, otomatis kita akan lebih peka biasanya. Jadi, kita perlu belajar dulu,” papar Anggi.

Bila sudah mengenali diri sendiri, Anggi mengatakan langkah berikutnya yang perlu dilakukan orangtua adalah merespon emosi anak.

Dengan merespon Si Kecil, orangtua nantinya bisa mengetahui apa yang sebenarnya sedang dirasakan oleh anak.

Anggi mengungkapkan, untuk anak yang usianya masih di bawah 2 tahun, Moms dan Dads dapat merespon dengan menenangkan Si Kecil terlebih dahulu.

“Sebenarnya ketika anak merengek, kita bisa merespon terlebih dahulu, apa sih sebenarnya yang dia rasakan. Biasanya kalau anak usia 2 tahun ke bawah yang belum bisa berkomunikasi, kita tenangkan dulu. Kemudian, kita coba alihkan dengan aktivitas lainnya.

Misalnya, anak menginginkan sesuatu, minta harus dituruti, dan kita ingin mengajarkan mereka bahwa semua keinginan tidak harus selalu dipenuhi, tapi satu hal yang perlu kita lakukan adalah merespon dulu emosinya,” jelas Anggi.

Sementara itu, bagi anak yang sudah beranjak besar dan bisa berkomunikasi, cara yang dilakukan pun tetap sama, yaitu meresponnya.

“Tapi, kalau anak yang sudah lebih besar dan bisa berkomunikasi, penting juga untuk tetap merespon dulu emosinya,” ucap Anggi.

Perbedaannya, setelah menenangkan Si Kecil, orangtua bisa mulai menanamkan nilai-nilai tertentu kepadanya.

“Setelah emosinya reda, ajak anak ngobrol dan tanyakan baik-baik apa yang sebenarnya ia mau. Lalu, kita bisa sedikit demi sedikit memasukkan hal-hal yang ingin kita ajarkan pada anak,” kata Anggi.

Meski belum sepenuhnya bisa memahami, hal tersebut dapat menjadi proses untuk anak belajar mengendalikan emosi.

“Sebab pada dasarnya, anak yang berusia tiga tahun ke atas sudah lebih bisa diajak berkomunikasi, walaupun mungkin belum sepenuhnya ia memahami.

Tapi, seiring berjalannya waktu, itu akan menjadi sebuah proses dia belajar. Selain itu, anak juga sebenarnya bisa dilatih untuk mengendalikan emosi,” sambung Anggi.

Menariknya, selain dengan merespon dan menenangkan, orangtua juga bisa mengendalikan emosi anak dengan cara mudah lainnya.

Salah satunya dengan mengajak anak menarik nafas dalam-dalam.

“Misalnya, ketika anak sedang nangis sesenggukan, kita bisa ajak untuk menarik nafas dalam-dalam. Ternyata, itu juga bisa mereka cerna,” pungkas Anggi.

Wah, ternyata menyikapi anak yang sedang marah bisa dengan hal-hal sederhana ya, Moms. Yuk, langsung dipraktikkan! (rei)