Jakarta, ToeNTAS.com,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan tersangka korupsi KTP elektronik, Setya Novanto, Rabu, 15 November 2017. Dimanfaatkannya pasal 20 A ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tentang imunitas hukum yang kerap dijadikan alasan untuk menolak pemeriksaan oleh penasehat hukum Ketua DPR itu, Fredrich Yunadi dikritik banyak pihak.
“Itu kan orang main sirkus,” kata ahli hukum tata negara Mahfud MD, Selasa, 14 November 2017. Pasal yang menyebut bahwa setiap anggota Dewan memiliki hak imunitas itu dinilai tidak tepat digunakan sebagai alasan untuk mangkir dari pemeriksaan perkara korupsi.
Yunadi menyamakan hak imunitas DPR dengan hak yang dimiliki duta besar negara asing untuk Indonesia. Menurut dia, hak imunitas yang dimiliki para duta besar itu membuat mereka tidak bisa disentuh dan diperiksa penegak hukum termasuk KPK. “KPK harus belajar tentang hak imunitas,” kata Yunadi.
“Tapi kalau melakukan kriminal sendiri, enggak ada itu hak imunitas meski anggota DPR,” ujar Mahfud. Seperti misalnya, legislator yang korupsi.
Mahfud menganggap alasan soal hak imunitas itu hanya cara Setya Novanto mencari celah agar tidak diperiksa KPK. Sejak kembali ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP untuk kedua kalinya, Ketua Umum Partai Golkar itu selalu mangkir dengan berbagai alasan. Alasan terbarunya adalah anggota DPR memiliki hak imunitas sehingga KPK tak bisa menyentuhnya.
Sependapat dengan Mahfud, pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan bahwa hak imunitas anggota DPR tidak berlaku untuk kasus korupsi. Hak ini, kata dia, hanya bisa digunakan terkait dengan tugas dan kewenangannya di DPR. “Jadi kalau seorang anggota termasuk ketua diduga korupsi maka sama sekali tidak berlaku hak imunitas di sana.” (tem.c/adi)