Akal Bulus Oknum Polisi Nganjuk Rekayasa Kecelakaan Usai Habisi Selingkuhan

Jam : 07:38 | oleh -51 Dilihat
ilustrasi pembunuhan
ilustrasi pembunuhan

Nganjuk, ToeNTAS.com,- Wajah Sutiwo terus menunduk saat mendengarkan dakwaan dirinya yang dibacakan jaksa siang itu. Pria 34 tahun itu jadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Nganjuk dalam perkara pembunuhan selingkuhannya, Vicky Febrin Piawai.

Dalam dakwaannya, jaksa Issandi menilai Sutiwo melakukan pembunuhan berencana terhadap Vicky. Lantaran hal itu, jaksa menjerat oknum anggota Satlantas Polres Nganjuk itu dengan Pasal 338 KUHP dan 340 KUHP.

Sutiwo sebenarnya bukan pelaku tunggal, sebab ia menghabisi Vicky bersama Supriyadi, tenaga harian lepas di Satlantas Polres Nganjuk. Namun, Supriyadi keburu kabur dan belum tertangkap.

Sutiwo dan Vicky pertama bertemu pada tahun 2018. Saat itu Vicky terjaring razia lalu lintas dan terkena tilang. Vicky dan Sutiwo kemudian saling tukar nomor ponsel dan berkomunikasi intens.

Sutiwo yang sudah beristri kemudian kerap mengajak Vicky ke hotel dan melakukan hubungan badan. Hubungan terlarang mereka ini sempat terputus beberapa saat karena sudah jarang berkomunikasi lagi.

Namun, Vicky tiba-tiba menghubungi Sutiwo lagi dan mengaku telah hamil selama 4 bulan. Mendengar hal itu, Sutiwo panik dan mencoba memberi uang kepada Vicky Rp 8,5 juta.

Namun bukan uang yang diminta, perempuan 28 tahun itu kekeh meminta tanggung jawab benih yang dikandungnya kepada Sutiwo. Kebingungan, Sutiwo lalu meminta saran kepada Supriyadi.

Supriyadi kemudian menyarankan untuk menghabisi Vicky. Saran jahat ini rupanya disetujui oleh Sutiwo. Rencana pembunuhan selanjutnya disusun dan dilaksanakan pada Jumat malam, 29 Maret 2019.

Dengan mengendarai mobil, Sutiwo dan Supriyadi kemudian menyusul Vicky untuk keluar rumah. Mereka janjian bertemu di sekitar Rumah Sakit Islam Aisyiyah. Motor milik Vicky yang ditumpangi selanjutnya dititipkan di parkiran rumah sakit.

Vicky lantas ikut naik ke dalam mobil yang ditumpangi Supriyadi dan Sutiwo. Supriyadi yang awalnya yang menyetir kemudian pindah ke bagian tengah mobil digantikan Sutiwo.

Sedangkan Vicky duduk di depan bersama Sutiwo. Setiba di jalan raya Desa Putren, Supriyadi lantas menjerat leher Vicky dengan tali hingga tewas dari belakang. Mengetahui Vicky tewas, Sutiwo menuju RSI Aisyiyah.

Di sana, ia mengambil motor milik Vicky yang diparkir lalu menuju lokasi pembunuhan. Motor Honda Scoopy bernopol AG 2485 UU tersebut kemudian dibenturkan ke pembatas jalan. Keduanya merekayasa seolah-olah Vicky kecelakaan.

Tuntas melakukan rekayasa tersebut. Supriyadi dan Sutiwo lalu kabur. Jenazah Vicky ditemukan keesokan harinya dan dikabarkan kecelakaan. Namun keluarga curiga karena ada bekas jeratan di leher.

Keluarga Vicky lantas melaporkan kematiannya. Polisi selanjutnya melakukan autopsi. Polisi pun menilai Vicky bukan tewas karena kecelakaan, namun dibunuh.

Dari hasil serangkaian penyelidikan, polisi sebenarnya sudah mengantongi siapa pelaku pembunuh Vicky. Namun, saat itu Polres Nganjuk lebih memilih bungkam.

Teka-teka siapa pelaku pembunuhan Vicky akhirnya diungkap. Bukan dari kepolisian, namun dari kejaksaan pada Rabu, 24 April 2019. Saat itu Kasi Pidum Kejari Nganjuk membeberkan pihaknya telah menerima Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) kasus pembunuhan Vicky.

Dalam SPDP tersebut diterangkan bahwa pelaku pembunuhan Vicky merupakan polisi aktif bernama Sutiwo. Penetapan tersangka Sutiwo juga diketahui sejak tanggal 12 April 2019. Sutiwo kemudian menjadi pesakitan dan menjalani sidang perdana pada Kamis, 29 Agustus 2019.

Rabu, 6 November 2019, Sutiwo dijatuhi hukuman pidana penjara selama 11 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Nganjuk. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 15 tahun pidana penjara.

“Menyatakan terdakwa Sutiwo bin Sardi tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 11 tahun,” kata hakim ketua Anton Rizal Setiawan saat membacakan amar putusannya. (d.c/Yogo)