Pura Ulun Danu Beratan Ditutup Sementara, Dipicu Uang Pah-pahan Rp 37,5 Miliar

Jam : 02:03 | oleh -156 Dilihat

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN – Suasana tegang tampak di pintu masuk Daerah Tujuan Wisata (DTW) Ulun Danu Beratan, Tababan, Rabu (26/7/2017) siang.

Sejumlah orang mengenakan pakaian adat madya Bali memasang spanduk penutupan sementara Pura Ulun Danu Beratan.

Diduga, munculnya aksi penutupan dipicu permasalahan pah-pahan atau bagi hasil keuntungan DTW Ulun Danu Beratan di internal pengempon pura yang nilainya mencapai Rp 37,5 miliar.

Pemasangan spanduk penutupan sementara Pura Ulun Danu Beratan untuk pariwisata ini dilakukan perwakilan pesatakan (pengempon) pura.

Selain memasang spanduk, mereka juga menemui pengelola DTW Ulun Danu Beratan di kantornya.

Tak berselang lama, Sat Pol PP Tabanan dipimpin oleh Kasat Pol PP Tabanan, I Wayan Sarba, datang ke lokasi. Mereka kemudian menanyakan perihal pemasangan spanduk penutupan tersebut.

“Siapa korlapnya?” tanya Sarba.

“Korlapnya masih mediasi di kantor DTW,” jawab seorang peserta aksi.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, anggota Sat Pol PP Tabanan melepas spanduk berukuran satu kali satu meter tersebut. Spanduk tersebut kemudian diamankan.

Selanjutnya puluhan peserta aksi pemasangan spanduk menuju ke dalam areal DTW Ulun Danu Beratan. Mereka bergabung bersama-sama para pengempon pura.

Suasana masih tampak ramai. Ditambah kehadiran anggota kepolisian. Tampak juga Kapolresta Tabanan, AKBP Marsdianto, turun tangan melakukan pengecekan.

Seorang pengempon Pura Ulun Danu Beratan, I Putu Suma Artha (56), menyebutkan persoalan pah-pahan di internal pengempon pura muncul pada Januari 2017.

Ketika itu kelian pesatakan Ulun Danu Beratan tidak bisa mempertanggungjawabkan uang pah-pahan senilai Rp 37,5 miliar dari tahun 2009 hingga 2016.

“Puncaknya saat pengempon pura menyelenggarakan pujawali pada Maret 2017. Harusnya kelian pesatakan yang melaksanakan, malah tidak pernah muncul. Akhirnya pengempon pura memutuskan mengganti kelian dan pengurus pesatakan dengan gebogan (perwakilan) dari 15 bendesa adat dan tiga kelian desa,” katanya.

Pesatakan memutuskan menutup sementara Pura Ulun Danu Beratan  untuk pariwisata diduga karena persoalan tersebut dan juga persoalan lainnya.

Hal ini tercantum dalam surat yang ditandatangani tiga kelian satakan dan perwakilan warga adat Candikuning yang dikirimkan kepada Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, dengan tembusan ke Gubernur Bali, Polda Bali, PHDI Bali, Dandim Tabanan, Polres Tabanan, Danramil Baturiti, Polsek Baturiti, dan Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita).

Suma Artha menduga, adanya aksi pemasangan spanduk penutupan dan surat pemberitahuan kepada Bupati Tabanan serta agen travel ini karena berbagai persoalan yang terjadi di DTW Pura Ulun Danu Beratan.

“Dugaan itu ada. Apalagi persoalannya sekarang sudah ditangani oleh Polres Tabanan,” terangnya.

Suma Artha mengatakan, kelian pesatakan yang sebelumnya adalah Made Kasa, sekretaris Made Susila Putra, bendaraha I Nyoman Kembang Yasa.

Banyak Permasalahan

Made Susila Putra selaku sekretaris pesatakan mengakui memang ada permasalahan di DTW Ulun Danu Beratan yang semakin sulit dikendalikan.

Misalnya, kata dia, pemecatan Mangku Gede yang merupakan Jero Mangku dari Pura Penataran Ulun Danu Beratan dan adanya tindakan menonaktifkan para kelian pesatakan.

Ada juga permasalan berupa penggembokan Pura Prajapati Pande Beratan serta intimidasi yang dilakukan oleh oknum yang bekerja di DTW Ulun Danu Beratan.

Pihaknya mencoba membicarakan permasalahan ini kepada pihak manajemen pengelola DTW Ulun Danu Beratan dan Bupati Tabanan sebagai Ketua Badan Pengelola. Namun tidak mendapatkan tanggapan. “Jika saya dipecat, mana bukti pemecatannya?” tanya Susila Putra.

Terkait masalah pertanggungjawaban uang pah-pahan yang nilainya mencapai Rp 37,5 miliar, Susila enggan memberikan komentar. Ia hanya mengatakan hal itu sudah menjadi ranah hukum.

“Saya tidak mau jawab, biarkan proses hukum yang membuktikan,” ujar pria berkepala plontos ini.

Bantah Intimidasi     

Sementara itu, Manajer Pengelola DTW Ulun Danu Beratan, I Wayan Mustika, saat ditemui mengatakan     masalah pah-pahan bukan urusannya. “Persoalan pah-pahan di internal pura. Bukan tanggung jawab badan pengelola,” ujarnya.

Perihal surat yang menyatakan adanya intimidasi oleh pengelola DTW Ulun Danu Beratan, pemecatan pemangku, dan persoalan lain berlarut-larut yang dituangkan dalam surat oleh kelian pesatakan Ulun Danu Beratan dan disampaikan kepada Bupati Tabanan dan agen travel di Bali, Mustika membantah. “Tidak ada hal itu,” tegasnya.

Mustika pun menegaskan tidak ada penutupan DTW Ulun Danu Beratan meski sempat ada aksi pemasangan spanduk. “Tidak ditutup, spanduknya juga sudah langsung diturunkan oleh Sat Pol PP,” katanya.

Ia menambahkan, tidak ada gangguan terhadap kunjungan wisatawan dengan aksi pemasangan spanduk itu. “Kami sudah yakinkan travel jika tidak akan ada gangguan di sini,” ungkapnya.

Pura Ulun Danu Beratan yang terletak di kawasan Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, merupakan salah satu tempat wisata terbaik di Kabupaten Tabanan.

Pura ini dibuka untuk wisatawan antara pukul 08.00 sampai 18.00 Wita.

Pengunjung Pura Ulun Danu Beratan membayar tiket sebesar Rp 7.500 untuk turis domestik dan Rp 10 ribu untuk turis asing.

Wisatawan yang ingin mengelilingi danau dengan menyewa perahu dikenakan biaya sebesar Rp 25 ribu untuk satu kali keliling, dengan waktu sekitar 20 menit.

Saat ini rata-rata kunjungan ke DTW Ulun Danu Beratan 2.000 sampai 2.500 per hari. Wisatawan asing mencapai 900 orang dan sisanya merupakan wisatawan domestik. Jumlah kunjungan meningkat pesat mencapai 3.000 per hari saat hari libur panjang. (trib n.c/wedanta)