Daftar RUU Disahkan, Ditangguhkan dan yang Masih Jadi Tuntutan Mahasiswa

Jam : 01:09 | oleh -75 Dilihat

Jakarta, ToeNTAS.com,- DPR menggelar rapat paripurna kemarin di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan. Rapat tersebut digelar di tengah demo mahasiswa. Apa saja yang terjadi dalam gedung DPR kemarin?

Sebagaimana diketahui, sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) dianggap bermasalah. Baberapa RUU bermasalah ini lantas memicu aksi demo mahasiswa di sejumlah daerah. Alhasil, DPR kemarin melakukan beberapa pembahasan penting dalam rapat paripurna terkait beberapa RUU bermasalah tersebut.

Pada Selasa (24/9/2019), wartawan merangkum beberapa poin penting yang dilakukan DPR kemarin. Berikut ini rangkumannya:

Tuntutan Mahasiswa yang Belum Digubris DPR

Ribuan mahasiswa bergerak untuk menyampaikan sejumlah tuntutannya ke gedung DPR. Bukan hanya mahasiswa, aksi ini juga diikuti oleh para petani.

Berdasarkan informasi penggalangan dana yang diinisiasi oleh musisi Ananda Badudu, ada lima tuntutan yang dibawa oleh massa. Berikut ini tuntutannya:

1. Batalkan UU KPK, RUU KUHP, Revisi UU Ketenagakerjaan, UU Sumber Daya Air, RUU Pertanahan, RUU Pertambangan Minerba, UU MD3 serta sahkan RUU PKS, RUU Masyarakat Adat dan RUU Perlindungan Data Pribadi.
2. Batalkan hasil seleksi calon pimpinan KPK
3. Tolak dwifungsi Polri
4. Selesaikan masalah Papua dengan pendekatan kemanusiaan
5. Hentikan Operasi Korporasi yang merampok dan merusak sumber-sumber agraria, menjadi predator bagi kehidupan rakyat. Termasuk mencemari Udara dan Air sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa. Seperti Halnya Kebakaran Hutan yang saat ini terjadi di Sumatera dan Kalimantan serta Pidanakan semua pihak yang terlibat.

Dari sejumlah tuntutan itu, DPR belum membatalkan RUU yang ditolak massa atau mengesahkan RUU didukung oleh massa. DPR hanya menunda pengesahan beberapa UU yang ditolak. Sementara untuk tuntutan di luar proses legislasi, termasuk dalam wewenang pemerintah.

RUU yang ditangguhkan DPR

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo merespon permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin empat RUU untuk ditunda pengesahannya. DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) kemarin dan forum lobi kemarin sepakat menunda pengesahan RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan (RUU PAS).

“Karena ditunda, DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Sambil juga kita akan gencarkan kembali sosialisasi tentang RUU KUHP, sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat,” ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/9/2019).

Sementara dua RUU lainnya, yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba, masih dalam pembahasan di tingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.

Untuk RUU KUHP, pengesahannya ditunda sampai waktu yang tak ditentukan. RUU ini bisa saja disahkan pada sebelum periode DPR saat ini, atau pun periode DPR selanjutnya.

“(Penundaan pengesahan RUU KUHP) sampai waktu yang tidak ditentukan kemudian. Bisa sekarang sebelum akhir periode atau periode yang akan datang,” kata Bamsoet saat jumpa pers setelah rapat paripurna, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Menurutnya, seluruh fraksi di DPR pun sudah berembuk mengenai penundaan pengesahan RUU KUHP. Bamsoet menyebut seluruh fraksi pun setuju RUU KUHP ditunda. Bamsoet juga berbicara tentang peluang perubahan beberapa pasal RUU KUHP.

“Sesuai keinginan kita bersama kalau ada pasal-pasal yang masih kontroversi itu bisa dengan waktu yang masih tersisa atau dengan waktu yang ada di periode mendatang kita bahas kembali,” kata Bamsoet di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

RUU yang sudah disahkan DPR jadi UU

Meskipun beberapa RUU pengesahannya ditunda, DPR juga mengesahkan tiga RUU menjadi UU. Dua RUU itu yakni RUU Pesantren, RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (SBDP) dan RUU Peraturan Pembentukan Perundangan Perundang-undangan (P3).

Pertama, pengesahan RUU Pesantren itu diputuskan dalam rapat paripurna DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. RUU ini secara garis besar mengatur pendidikan pesantren setara dengan pendidikan di sekolah umum.

Ketua Komisi VIII Ali Taher melaporkan proses pembahasan RUU Pesantren yang berlangsung selama ini. Menurutnya, UU itu mengakomodasi aspirasi yang telah disampaikan elemen masyarakat mengenai kebutuhan pendidikan di pesantren.

“Seluruh aspirasi telah kami tampung dan dimasukkan usul undang-undang. Terakhir aspirasi Muhammadiyah telah ditampung,” kata Ali Taher.

Ketika telah disahkan menjadi UU, UU Pesantren masih mengandung pasal kontroversial. Misalnya, soal definisi pesantren dalam pendidikan pesantren mengembangkan kurikulum berbasis kitab kuning. Pasal ini jadi kontroversi, karena tak semua pesantren mengajarkan kitab kuning kepada santrinya.

Begini bunyi Pasal 1 ayat (2) dan (3):

Pasal 1
(2) Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.
(3) Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di Pesantren.

Sebelumnya, Muhammadiyah lewat surat yang dikirimkan kepada Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta RUU Pesantren ditunda. Surat diteken Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Sekretaris Umum Abdul Mu’ti tanggal 17 September 2019. Selain Muhammadiyah, ada beberapa ormas lain yang meminta RUU ini ditunda karena dinilai tidak mengakomodasi aspirasi seluruh ormas.

Tak hanya RUU Pesantren yang disahkan, DPR juga mengesahkan RUU SBPB kemarin. Pengesahan ini dilakukan tepat pada peringatan Hari Tani Nasional 2019.

Pengesahan RUU SBPB diputuskan dalam rapat paripurna DPR dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memimpin rapat. RUU ini secara garis besar mengatur soal perlindungan petani.

Wakil Ketua Komisi IV Michael Wattimena menyampaikan laporan kesepakatan antara DPR dan pemerintah terhadap RUU SBPB. Ia menjelaskan RUU SBPB ini penting karena pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan nasional.

“Pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan nasional yang sesuai dengan UU Nomor 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman,” kata Michael.

DPR RI mengesahkan revisi UU Peraturan Pembentukan Perundangan Perundang-undangan (P3). Berdasarkan revisi, kini undang-undang yang pembahasannya belum selesai dalam satu periode dapat dilanjutkan DPR di periode berikutnya.

Pengesahan RUU P3 itu diputuskan dalam rapat paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memimpin rapat.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Totok Daryanto menyampaikan laporan kesepakatan DPR dan pemerintah terkait revisi UU P3. Ia menjelaskan DPR dan pemerintah telah sepakat membuat sistem ‘carry over’ terhadap RUU yang pembahasannya tidak selesai dalam satu periode.

“Ketentuan mengenai sistem pembahasan RUU yang carry over yang tidak selesai pembahasannya di periode sekarang ke periode selanjutnya,” kata Totok.

Selanjutnya, DPR juga mengesahkan revisi UU P3. Berdasarkan revisi, kini undang-undang yang pembahasannya belum selesai dalam satu periode dapat dilanjutkan DPR di periode berikutnya.

Totok Daryanto menyampaikan laporan kesepakatan DPR dan pemerintah terkait revisi UU P3. Ia menjelaskan DPR dan pemerintah telah sepakat membuat sistem ‘carry over’ terhadap RUU yang pembahasannya tidak selesai dalam satu periode.

“Ketentuan mengenai sistem pembahasan RUU yang carry over yang tidak selesai pembahasannya di periode sekarang ke periode selanjutnya,” ujar Totok.

Selain soal carry over, UU ini mengatur pembentukan kementerian baru yang mengurusi soal regulasi. Alternatif lain ialah lembaga negara setingkat menteri.

“Ini juga ada penyesuaian kelembagaan. Rencana presiden mau bentuk sebuah badan khusus yang mau menangani per-UU-an. Kita selipkan di situ kementerian atau lembaga,” kata Menkum HAM Yasonna Laoly.

Kementerian/lembaga baru itu nantinya bakal menyusun Prolegnas di lingkungan pemerintah dan bertanggung jawab di bidang pembentukan perundang-undangan. Yasonna juga meminta ada penambahan pas yang mengatur harmonisasi peraturan daerah dengan kementerian atau lembaga. (det.c/K)