Kuasa Hukum Bantah Arahkan Mirwan Agar Sebut Nama SBY di Sidang Korupsi e-KTP

Jam : 01:46 | oleh -112 Dilihat

JAKARTA, ToeNTAS.com,- Nama Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat disebutkan oleh Mantan Wakil Ketua Banggar DPR Mirwan Amir dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto.

Kuasa Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail sebelumnya menanyakan kepada Mirwan siapa saja yang dikoordinasikan oleh Mirwan mengenai kasus tersebut.

Menjawab itu, Mirwan mengatakan bahwa sempat berbicara dengan SBY di Cikeas dan meminta agar proyek itu dihentikan.

Tetapi, saat itu, jelas Mirwan, SBY menolak karena alasan akan menggelar pilkada.

“Beliau bilang teruskan karena akan ada pilkada,” jelas Mirwan di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Maqdir mengaku tidak ada pertanyaannya yang mengarahkan agar Mirwan menyebut nama SBY.

Dia hanya ingin mendalami kemungkinan adanya keterlibatan partai dari Mirwan Amir saat itu yang juga sebagai pemenang pemilu.

Bukan tanpa alasan, partai Demokrat, selama persidangan berlangsung dikatakan mendapatkan dana bancakan E-KTP sebesar Rp 150 miliar yang diberikan kode B.

Tidak hanya partai, beberapa politisi partai berlambang Mercy itu juga disebut seperti Anas Urbaningrum, dan Marzuki Ali.

Dari jawaban Mirwan, Maqdir menyimpulkan bahwa tidak ada hubungannya secara langsung. Pasalnya, proyek KTP elektronik sudah direncanakan sejak lama dan baru berjalan di saat pemerintahan SBY.

“Ternyata proyek ini kan sudah lama. Hanya pelaksanaanya dimulai dari 2009 dan memang ini proyek kepentingan bangsa,” katanya.

Menanggapi hal itu, Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan membantah adanya keterlibatan Ketua Umum Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono dari korupsi proyek KTP elektronik.

Bahwa jelas, KTP elektronik adalah kebijakan yang diamanahkan oleh undang-undang.

Serta tidak ada yang salah dari kebijakan agar masyarakat Indonesia memiliki identitas tunggal untuk segala keperluan administrasi.

“Salahnya dimana kebijakan baik itu? Apalagi pelaksanaan E-KTP tersebut menjadi amanah undang-undang yang harus dijalankan pemerintah,” ujarnya ketika dihubungi.

Hinca menjelaskan kebijakan yang bersumber dari undang-undang atau aturan, tidak bijak untuk dipersalahkan sepanjang tidak melanggar dan merugikan negara.

“Kalau presiden tidak melaksanakan kewajiban undang-undang, berarti presiden melanggar undang-undang dan bisa dimintai pertanggungjawabannya secara kelembagaan,” tandasnya.

Hinca menegaskan pihaknya terus mendukung sepenuhnya aparat hukum untuk mengusut setuntas-tuntasnya dan menghukum para perampok uang negara.

“Jangan maling teriak maling,” tegas Hinca.

Ajak Pimpinan KPK Bicara

Selama persidangan berlangsung, Kuasa Hukum Novanto, Maqdir Ismail menjelaskan masih belum menemukan fakta yang pasti akan keterlibatan kliennya. Apa yang diungkap para saksi KPK tidak ada yang berkaitan secara langsung keterlibatan Novanto.

Sidang dengan saksi Mirwan Amir, misalnya. Kata Maqdir, secara jelas Mirwan mengatakan tidak pernah ada intervensi dari fraksi di DPR untuk penganggaran di Banggar DPR. Selain itu, Mirwan juga menjelaskan bahwa proyek E-KTP hanya urusan Komisi II dan pemerintah.

“Lalu dimana intervensi yang dilakukan oleh Pak Novanto? Ini kan yang menjadi dasar,” kata dia.

Juga kepada saksi Irman, Maqdir sempat menanyakan mengenai keterlibatan Novanto secara langsung kepada dirinya. “Apa bapak pernah diintervensi atau dijanjikan sesuatu dari Novanto? Atau setidaknya, tahu peran Novanto?” tanyanya.

“Tidak tahu, pak. Saya tidak mengerti,” jawab Irman.

Maqdir menduga, nama Novanto selama ini dipakai hanya untuk dicatut saja agar proyek tetap berjalan. Sementara intervensi yang selalu disebut-sebut selama ini, dinilai tidak pernah terbukti. Dengan demikian, Maqdir akan mengajak pimpinan KPK bersama dengan Setya Novanto untuk bertemu dan membahas tuntas masalah kasus korupsi tersebut.

“Kalau ada yang kurang, mana yang kurang? Ini kan bisa dibicarakan. Diajak ke pimpinan KPK untuk bicara biar sekalian dibedah,” kata dia.

Novanto, jelas Maqdir, siap membantu proses hukum yang sedang berjalan, sampai mengungkapkan aktor lain yang ada di baik proyek tersebut. Hal itu juga yang menjadi alasan mantan ketua DPR itu mengajukan Justice Collaborator (trib n.c/sony)