Keluhkan Kinerja BPN Kota Depok, Diduga Ada Pungli Pembuatan Sertifikat Kolektif

Jam : 14:45 | oleh -109 Dilihat

Depok,-     ToeNTAS.Com,- Dalam beberapa bulan terakhir Kota Depok, Jawa Barat dihebohkan dengan dugaan adanya  keresahan yang dialami  banyak Warga Kelurahan Ratujaya, Kecamatan Cipayung, Depok  mengurus Sertifikat sudah hamper 3 tahun belum juga kunjung selesai, padahal menurut banyak Warga setempat telah mengeluarkan banyak uang, dari 3 juta hingga Rp 5 juta untuk per-bidangnya (per-berkas).

Dari suara-suara tak sedap yang berebak di  Kota Depok menyebutkan,  didduga  bahwa pembuatan sertifikat kolektif   di  Kelurahan Ratujaya, Kec. Cipayung mendapatkan 600 bidang, dari itu diduga pihak BPN mendapatkan jatah Rp 2 juta per-bidangnya.

peta bidang tanah yang belum selesai melalui H. Daswar
peta bidang tanah yang belum selesai melalui H. Daswar

Dalam pelaksanaannya, Awalnya 300 bidang kemudian ditambah lagi 300 bidang, namun ironisnya proses pembuatan sertifikat tersebut sejak th 2016 hingga saat ini baru terselesaikan kurang lebih sebanyak 200  dan itu pengurusan dari tahun 2016 sampai dengan sekarang. Kabarnya baru selesai 200 lebih,  dan jumlah tersebut  dalam perhitungan belum separuhnya selesai. Bahkan ada seorang warga setempat bernada kesal menyebutkan, bahwa dirinya dalam mengurus  sertifikat kolektif tersebut telah habis Rp 4 juta, namun belum selesai juga.

Demikian sumber yang namnya minta dirahasiakan kepada Wartawan ToeNTAS.com beberapa bulan silam di Kawasan Kel. Ratujaya.

Dalam kesempatan berbeda, sumber  oknum pegawai Kelurahan Ratijaya yang berinisial M menjelaskan, bahwa hingga saat ini sertifikat yang sudah jadi memang baru dua ratusan lebih. Bahkan dengan nada mengeluh, dia akui kalau dirinya sekarang yang jadi ‘bemper’ lantaran di kejar-kejar warga yang setiap hari silih berganti datang menanyakan sertifikat tanahnya.

“Yang lain enak tinggal duduk manis, udah terima jatah masing-masing, tinggal saya ini yang repot jadi ‘bemper’, harus nyelesaikan semua,” tutur oknum tersebut.

Selain itu saat ditanya, ‘M’ juga membeberkan, kalau besaran jatah yang diterima oleh masing-masing dari mulai Lurah, sampai RT, RW, jumlahnya bervariasi. Dari kisaran Rp 300 ribu, 500, hingga Rp 750 ribu. Sedangkan untuk pihak BPN sendiri kisarannya disebut – sekitaran Rp 2 juta perbidang.

Bahkan, ‘M’ sempat menyebut 4 nama oknum BPN, yang diduga kuat terkait kasus pungli pembuatan sertifikat kolektif tersebut dan salah satunya berperan sebagai mediator.

Terkait dengan  adanya aroma tak sedap yang mewarnai pembuatan sertifikat kolektif di Kel. Ratujaya, Kec.  Cipayung, Wartawan ToeNTAS mengkonfermasi   kepada Kabag. TU, Heny.

Dan menurut Heny, bahwa apabila pihaknya memungut Rp 2 juta per-bidang dalam pengurusan sertifikat kolektif sebanyak 600 bidang  maka pihaknya bisa kaya raya, “Wah kalau segitu bisa kaya dong.  Gak bener itu, Kita sudah batasi hanya 300 bidang dan Kita stop. Pastinya  yang 300 bidang tersebut sedang Kami proses  mudah-mudahan tahun 2019  semuanya selesai” tandas Heny kepada Wartawan di Kantor BPN Depok.

Berkaitan dengan keresahan warga seputar pembuatan sertifikat kolektif di Kel. Ratujaya tersebut, Wartawan ToeNTAS.Com mengkonfermasi Kepala Kantor BPN Kota Depok, Sutanto.

Menurut Sutanto, diruang kerjanya mengatakan,  bahwa pihaknya akan segera menyikapi dengan tegas “Pokoknya kalau tidak selesai, saya atau dia yang keluar dari sini..!,” ujarnya

Dengan merebaknya skandal  seputar pembuatan sertifikat kolektif di Kel. Ratujaya, Kec. Cipayung tersebut, Wartawan ToeNTAS. Com meminta tanggapan kepada Ketua LSM ‘Peduli Reformasi Agraria’ H. Markhasan di kawasan Kebayoran Baru, Senin, (23/7).

Markhasan kepada Wartawan ToeNTAS.Com mengatakan, bahwa dalam melengkapi pemberkasan untuk mengurus sertifikat kolektif yang diduga besarannya dari Rp 3 juta hingga 5 juta  merupakan tindakan yang tidak wajar.  Dan Hal itu tentunya sudah dapat dikatakan mencoreng wajah pemerintah dan juga sangat bertentangan dengan ‘Reformasi Agraria’ yang mencakup hal pembagian sertifikat tanah untuk Rakyat. Dimana pemerintah berambisi untuk menuntaskan sertifikasi semua lahan di Indonesia hingga 2025.

Padahal, kata Markhasan, bahwa belum lama ini, “ Pak Jokowi malah pernah meminta warga, untuk melapor ke Polisi jika ada ditemui pungutan liar (pungli) saat pengurusan sertifikat tanahnya” kata Markasan tegas.(g/sar/kris).