Kisah Kiai NU Tuntun Syahadat Sakratulmaut Istri hingga Menyusul Wafat

Jam : 06:47 | oleh -145 Dilihat
Kiai NU, H Muhammad Idrus Makkawaru, dan istri semasa hidup.
Kiai NU, H Muhammad Idrus Makkawaru, dan istri semasa hidup.

Makassar, ToeNTAS.com,- Kisah meninggalnya kiai NU yakni H Muhammad Idrus Makkawaru (76) dengan istri tercinta, Siti Saniah (64) di Sulawesi Selatan (Sulsel) menyita perhatian banyak orang. Keduanya meninggal selang satu jam usai suami menuntun syahadat saat istri sakaratul maut.

Awalnya, Sang kiai sempat menuntun istrinya mengucapkan syahadat saat sakaratulmaut hingga meninggal di Kelurahan Katangka, Gowa , Sulsel, pukul 18.30 Wita, Minggu (16/8/2020). Satu jam kemudian, sang kiai juga meninggal.

“Ibu saya meninggal habis Magrib dituntun syahadat sama Bapak. Ndak lama setelah itu, habis Isya, Bapak juga ikut meninggal. Jadi hanya beda sekitar 1 jam,” kata Anak tertua almarhum, Ahmad Mujahid (51), saat ditemui detikcom di rumah duka di wilayah Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Selasa (18/8/2020).

Dia mengatakan ayah dan ibunya selama ini memang sama-sama menderita penyakit jantung. Saat kejadian, tiba-tiba almarhumah yang duluan mengalami gejala sesak napas.

Ibunya awalnya hanya disemayamkan di sebuah kamar atas permintaan ayahnya. Akan tetapi, karena banyak pelayat, ayahnya setuju untuk dipindahkan ke ruang tamu.

“Setelah (istrinya) diangkat air matanya jatuh, kira-kira 15 menit kemudian dia mulai sesak napas juga (hingga meninggal),” ucap Ahmad.

Ahmad mengatakan ayahnya saat itu sempat memeriksa keadaannya sendiri dengan cara mengecek tanda-tanda di bagian tubuhnya. Saat itu almarhum fokus berzikir.

“Ketika dia menghadapi sakratulmaut, tasbih dia itu tak pernah berhenti, dia punya zikir itu ndak pernah berakhir,” katanya.

“Yang menarik juga saat saya bersama Bapak itu, biasanya kan orang gelisah, itu saya tenang, jawabnya mungkin karena orang tua pengamalan agamanya itu jauh dibanding diri saya sendiri,” sambung Ahmad.

Ahmad mengatakan, ayahnya itu merupakan anggota Nahdlatul Ulama (NU) sejak muda. Ayahnya bahkan pernah menjabat Ketua Tanfidziyah NU Kabupaten Bantaeng.

Tak hanya meninggal di hari yang sama, keduanya juga disebut masih sempat bercanda bersama sebelum meninggal. “Pagi-pagi itu beliau bercanda, tersenyum, ketawa, antara mereka (suami-istri),” kata Ahmad Mujahid, Kamis (20/8/2020).

Ahmad Mujahid menjelaskan ayah ibunya itu memang seringkali bercanda satu sama lain. Hanya saja, Ahmad tak menyangka bila bercanda di Minggu pagi itu merupakan yang terakhir bagi ayah dan ibunya.

“Saya lihat memang biasa bercanda, tapi yang ini lain, mungkin itu isyarat (akan meninggal bersama),” kata Ahmad.

Semasa hidup, sang kiai merupakan sosok yang rajin membaca buku. Ahmad juga bercerita pernah berdiskusi dengan salah seorang sepupunya. Sepupu Ahmad itu menyebut almarhum memang sebagai orang literasi sejati.

“Dia juga rajin baca Al-Qur’an. Dia itu khatam tiga hari sekali. Itu gayanya dia,” kenang Ahmad. (det.c/p)