Pakar soal Kekeliruan UU Ciptaker: Revisi atau Lewat Perppu

Jam : 07:16 | oleh -135 Dilihat
Masih ditemukan sejumlah kekeliruan dalam beberapa pasal di UU Ciptaker. Ilustrasi
Masih ditemukan sejumlah kekeliruan dalam beberapa pasal di UU Ciptaker. Ilustrasi

ToeNTAS.com,- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan sejumlah kesalahan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tak dapat diselesaikan hanya dengan perbaikan yang disepakati pemerintah dan DPR.

Dilansir dari cnnindonesia.com, Asep menyebut sebagai negara hukum, pemerintah maupun DPR harus menyelesaikan kesalahan teknis tersebut dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Asep menjelaskan perubahan yang harus dilakukan yakni dengan membawa kembali UU Ciptaker ke DPR dalam bentuk revisi. Kemudian masuk dalam proses perumusan, perbaikan dan pembahasan.

Selanjutnya naskah revisi itu diketok lagi menjadi produk hukum dan diundangkan dengan nomor UU yang baru.

“Tidak boleh perbaikan hanya disisipkan atau revisi seperti itu. Harus merubah nomor, sekarang Nomor 11 tahun 2020, maka nanti diperbaiki menjadi UU Nomor 12 Tahun 2020 misalnya. Kalau tidak diperbaiki lagi di mana kepastian hukum, kepastian sidang paripurna, juga presiden?” kata Asep saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (3/11).

Selain opsi itu, ada pula alternatif lain dengan penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (perppu) untuk memperbaiki sejumlah kesalahan serta mengajukan gugatan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Asep, langkah uji formil dapat dilakukan lantaran dalam proses itu akan dinilai masalah kewenangan, prosedur, dan format pembuatan UU Ciptaker. Dalam uji formil ini, MK bisa membatalkan keseluruhan UU tersebut.

“Ada pilihan yang secara nasional mudah dan dapat diterima dalam ketatanegaraan, jadi diubahnya oleh MK melalui sebuah uji formil,” ujarnya.

Lebih lanjut, Asep yang juga pernah tergabung dalam Pembicaraan Tingkat I RDPU Panja Baleg Omnibus Law ini menyayangkan kesalahan teknis seperti pada Pasal 6 dan Pasal 175 UU Ciptaker. Menurutnya, naskah final sudah seharusnya rampung dan disepakati tanpa perubahan dan kesalahan usai disahkan pada 5 Oktober lalu.

Dalam rumusan Pasal 6 UU Ciptaker mencantumkan rujukan Pasal 5 ayat (1) huruf a, padahal Pasal 5 UU Ciptaker tidak memiliki ayat.

Kemudian kekeliruan juga ditemukan pada Pasal 151. Dalam Pasal 151 ayat (1) tertulis rujukan dalam Pasal 141 huruf b. Ketika dilihat lebih lanjut, Pasal 141 UU Ciptaker tak memiliki poin-poin dan berbeda konteks dengan Pasal 151.

Selain itu, Pasal 175 ayat (5) tertulis merujuk pada ayat (3), padahal seharusnya merujuk pada ayat (4). Asep bilang, temuan itu juga memperlihatkan proses legislasi yang tak transparan dan partisipatif.

“Ditandatangani presiden, dikasih nomor dan diundangkan itu sudah tidak mungkin lagi diubah, karena sebetulnya final ada pada sidang Paripurna DPR RI. Artinya sudah tidak ada lagi peluang diotak-atik lagi. Jangan anggap ini hal sepele dan redaksional, tetap tidak bisa,” katanya.

Asep khawatir jalan pemerintahan dan hukum ke depan semakin tak karuan jika kesalahan teknis seperti itu dimaklumi oleh negara. Ia pun menyayangkan respons pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang menyebut kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Ciptaker.

Menurut Asep, kesalahan tanda baca seperti titik dan koma dalam sebuah produk hukum saja sudah salah lantaran tanda huruf hingga kata penghubung dalam UU tak lain merupakan bahasa hukum.

“Saya prihatin pejabat tinggi seperti beliau menganggap enteng titik, koma, pasal, ayat, itu dianggap administratif dan bisa berubah. Jangan dianggap enteng ini negara hukum,” ujarnya.

Dorong Perppu

Dihubungi terpisah, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai kesalahan teknis yang terjadi setelah ditandatangani presiden menjadi gambaran bahwa UU Ciptaker ini sudah cacat sejak dalam prosedur dan substansi.

Bivitri menyebut kekeliruan isi UU setelah disahkan dan ditandatangani presiden ini bisa menjadi preseden yang cacat ke depannya. Ia pun mengkritik pernyataan Pratikno yang menganggap enteng kesalahan dalam UU Ciptaker.

“Menurut saya yang paling ngaco adalah bahwa pemerintah mengerdilkan proses legislasi seakan orang lagi bikin makalah atau skripsi kalau ada kesalahan langsung saja direvisi” kata Bivitri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (3/11).

Bivitri pun sepakat dengan Asep jika merujuk UU 15/2019, jalur yang harus ditempuh pemerintah usai menemukan kesalahan teknis pada paket hukum yang sudah disahkan adalah dengan revisi UU ataupun perppu.

Menurutnya, perubahan dengan mengeluarkan perppu bakal lebih singkat dibandingkan dengan proses revisi UU atau UU perubahan karena akan dibutuhkan banyak waktu untuk kembali diproses dan dibahas bersama DPR.

Selain itu, kata Bivitri, perppu merupakan hak absolut presiden, baik untuk membatalkan, mengoreksi, menunda, atau bahkan kembali menampung substansi pasal yang memuat aspirasi dari masyarakat.

“Perppu kalau mau lebih cepat tentu yang merubah UU ini jadi langsung berlaku, kalau UU perubahan legislasi di awal diulang dari awal bisa saja tahun depan, karena harus perencanaan penyusunan lagi, itu lama sekali,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bivitri menyebut beberapa cara yang dapat dikawal dan ditempuh saat ini adalah mengajukan uji formil kepada MK, meminta tanggung jawab Presiden Jokowi untuk menerbitkan perppu, dan juga mengajukan UU Perubahan baru atas kesalahan teknis tersebut.

“Kalau uji formil, maka kalau MK setuju, seluruh UU-nya akan batal, jadi tidak hanya menghapus pasal,” katanya.

Jokowi menandatangani UU Ciptaker pada 2 November kemarin. Namun, UU Nomor 11 Tahun 2020 itu kembali memunculkan polemik setelah ditemukan sejumlah kekeliruan dalam beberapa pasal di payung hukum yang dibuat dengan metode omnibus law tersebut.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui kekeliruan pada naskah UU Ciptaker yang telah diundangkan dan ditambahkan dalam lembaran berita negara.

Pratikno menyatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan kekeliruan itu kepada Sekretariat Jenderal DPR RI untuk disepakati diperbaiki. Pratikno juga mengungkapkan kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan untuk menyempurnakan kembali kualitas berbagai Rancangan UU yang akan diundangkan.