Mengenal Lebih Dekat Prof. DR. H. Sumaryoto UNINDRA, Kuliah Murah Tapi Tidak Murahan

Jam : 06:08 | oleh -423 Dilihat
Prof. DR. H. Sumaryoto

JAKARTA, ToeNTAS.com.,-Pria kelahiran desa Banyumudal kecamatan Buatan Kabupaten Kebumen Jawa Tengah ini berhasil mengangkat nama besar daerahnya.

Perjalanan kariernya yang ditempuh dengan perjuangan keras, kini ia mendapat amanah memimpin perguruan tinggi swasta yang cukup besar yakni Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI Jakarta.

Dibawah kepemimpinannya kini kampusnya melayani sekitar 38.000 mahasiswa dengan melibatkan ribuan orang mulai dari karyawan, staf hingga dosen.

Murah tapi tidak murahan.

Mengapa UNINDRA semakin populer? “Kuliah murah, tapi tidak murahan”. Itulah slogannya.

Mengapa diambil kebijakan kuliah biaya murah? Karena Prof. Sumaryoto ingin ikut berjuang mencerdaskan bangsa khususnya di perguruan tinggi dengan biaya yang terjangkau oleh kalangan masyarakat ekonomi menengah bawah.

Meski biaya murah bahkan lebih murah dari sekolah SLTA Favorit umumnya, namun dalam memfasilitasi mahasiswanya tidak sembarangan atau asal-asalan. Justru meski dengan biaya murah namun kwalitas pendidikannya tak kalah dengan perguruan tinggi lain pada umumnya.

Tak heran jika banyak anak muda lulusan SLTA yang kemudian melanjutkan kuliah di UNINDRA. Bahkan banyak diantaranya kuliah sambil kerja.

Universitas Indraprasta adalah salah satu perguruan tinggi swasta yang berlokasi di Jalam Nangka No.58 C Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Awal mulanya universitas ini berdiri adalah peleburan dari IKIP PGRI Jakarta kemudian jadi IKIP PGRI Jaya, berubah menjadi STKIP PGRI Jakarta dan kemudian berubah lagi menjadi Universitas Indraprasta. Saat ini mahasiswanya sekitar 38.000 orang.

Bagaimana musim pandemi yang bermula sejak tahun 2020 lalu apakah berdampak pada menurunnya jumlah mahasiswa?

” Alhamdulillah tidak. Jumlah mahasiswa baru stabil. Paling yang agak sedikit menurun untuk program S2 nya, ” ujar Prof DR. H. Sumaryoto usai meresmikan Tugu Geopark di desa Jladri kecamatan Buatan Kebumen, Selasa (9/2) yang lalu.

Geopark Karangsambung Karangbolong.

Peran Unindra bukan hanya sebatas pada dunia pendidikan semata. Tapi juga di bidang sosial budaya maupun lingkungan hidup. Salah satunya Unindra menjalin kerjasama dengan Pemda Kebumen. Yakni untuk ikut berupaya menjaga, melestarikan alam dengan memberdayakan masyarakat tanpa merusak lingkungan yakni berupa Geopark.

Hal ini mengingat bahwa Kebumen memiliki banyak potensi baik alam, sejarah, sosial maupun budaya yang harus dilestarikan dan dijaga agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan.

Prof H. Sumaryoto yang kelahiran desa Banyumudal kecamatan Buayan Kebumen ini merasa terpanggil untuk ikut menjaga alam sekitar yang memiliki banyak potensi.

Pada bulan Agustus 2018 UNINDRA menjalin kerjasama dengan Pemda Kebumen dengan membuat konsep wilayah Geopark yang diberi nama Geopark Karangsambung-Karangbolong.

Atas perjuangannya, tahun 2019 Geopark Karangsambung-Karangbolong ditetapkan sebagai Geopark Nasional. Geopark ini wilayahnya meliputi 12 Kecamatan dan 118 desa di Kabupaten Kebumen yang kedepan akan mampu membangkitkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan.

Geopark ini terdiri dari 59 situs utama, 41 situs Geologi, 8 situs Biologi dan 10 situs Budaya.

” Potensi ini jika dikelola dengan baik nantinya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan,” ujar Prof Sumaryoto.

Dan yang membanggakan lagi, Geopark Karangsambung-Karangbolong oleh Unindra tengah dikonsep untuk ditingkatkan menuju Geopark Global Uniesco.

Salah satu bentuk keseriusan Unindra dan Pemda Kebumen untuk mewujudkan Geopark Global UNESCO, belum lama ini dibangun Tugu Geopark di desa Jladri kecamatan Buayan yang Selasa (9/2/21) lalu diresmikan oleh Bupati Kebumen KH Yazid Mahtudz dan Rektor Unindra Prof. H. Sumaryoto.

Penggemar wayang kulit.

Selain memiliki kepedulian tinggi terhadap sosial kemasyarakatan, Prof. H. Sumaryoto adalah sosok penggemar wayang kulit. Salah satu dalang favoritnya adalah Ki H. Anom Suroto dari Solo.

Prama-Rafi
Prama-Rafi

Dan kegemarannya pada seni wayang kulit itu kemudian di”tularkan” kepada kedua cucunya yakni Pramariza Fadlansyah dan Rafi Ramadan. Caranya sejak kecil kedua cucunya itu sering diajak nonton wayang kulit.

Saking gemarnya pada seni wayang kulit Prof. H.Sumaryoto membeli beberapa set (Pangkon) gamelan kepada Ki H.Anom Suroto. Baik untuk yang pendopo Banyumudal (dirumahnya), maupun di Sanggar Seni Unindra.

Dan yang membanggakan dari kedua cucunya itu, meski Prama- Rafi lahir dan dibesarkan di Jakarta, berkat totalitas sang Kakek dalam memperkenalkan seni tradisi pada cucunya itu, akhirnya keduanya tertarik pada seni wayang kulit bahkan rajin belajar memainkan wayang kulit, keduanya kini jadi dalang.

Saking trampilnya dalam memainkan wayang kedua dalang cilik yang kini beranjak remaja ini mendapat predikat Si ‘Raja Koprol’. Yang membanggakan lagi keduanya mendapat amanah menjadi Duta Budaya Internasional yang pernah pentas di Moskow, India, Korea Selatan dan lainnya.

Sedang untuk di tanah air, Prama-Rafi selain sering pentas di TVRI dan TV lokal, juga sebelum terimbas pandemi Covid-19, mereka sering pentas di beberapa daerah. **(Inge/Ria/Bowo),-