Corona Menggila Bikin Dorongan PSBB Ketat dari Mana-mana

Jam : 14:25 | oleh -207 Dilihat
Ilustrasi COVID
Ilustrasi COVID

Jakarta, ToeNTAS.com,- Penambahan kasus Corona di Indonesia kembali meningkat, di Ibu Kota bahkan penambahan kasus Corona pada Jumat (18/6) tertinggi sepanjang pandemi COVID-19, yaitu 4.737 kasus. Sejumlah pihak dari mulai WHO, asosiasi kedokteran, anggota dewan, hingga muncul petisi menyarankan pemerintah untuk melakukan PSBB ketat.

Dilansir dari detik.com, Berdasarkan data BNPB, Jumat (18/6/2021), per hari ini kasus baru Corona di DKI Jakarta bertambah 4.737 sehingga total kasus COVID-19 di Jakarta mencapai 463.552. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia sempat mengatakan kasus tambahan Corona di DKI pernah mencapai tertinggi pada Februari 2021. Angka tambahan kasusnya mencapai 4.213 pada 7 Februari.

Dari data tersebut itu, artinya tambahan kasus hari ini sebanyak 4.737 merupakan angka kasus tambahan tertinggi di Jakarta selama pandemi. Kemudian angka penambahan kasus kematian akibat Corona di DKI Jakarta juga tertinggi pada Jumat (18/6) sebanyak 64 pasien. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak Februari.

Pada 1 Februari lalu, angka tambahan kasus meninggal di DKI mencapai 70 pasien. Lalu tertinggi lagi pada 15 Mei di mana angkanya mencapai 63 pasien.

Dengan tambahan 64 kasus meninggal hari ini, total pasien COVID-19 yang meninggal di DKI sejumlah 7.777. Sementara kasus sembuhnya bertambah 2.500, total ada 431.264.

Sementara itu Kapusdatin Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta Ivan Nurcahyo mengungkapkan terjadi lonjakan pemakaman dengan protap COVID-19 dalam sepekan terakhir. Lonjakan terjadi hingga dua kali lipat bersamaan dengan kasus COVID-19 di Jakarta yang semakin meningkat.

Lonjakan kasus COVID-19 tak hanya terjadi di DKI Jakarta saja, melainkan di daerah-daerah dekat dengan Jakarta juga mengalami kenaikan kasus. Selain itu, BOR atau tingkat keterisian tempat tidur isolasi di rumah sakit sejumlah daerah hampir penuh. Bahkan sejumlah daerah memerlukan penambahan tenaga medis akibat adanya rekan tenaga medis lainnya yang terinfeksi Corona.

Satgas Penanganan COVID-19 mengungkap data lonjakan kasus Corona di Indonesia minggu ini. Lima provinsi teratas yang mengalami kenaikan kasus ada di Pulau Jawa.

“Lima provinsi teratas yang mengalami kenaikan kasus seluruhnya berasal dari Pulau Jawa yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Bahkan provinsi keenam teratas juga berasal dari pulau Jawa yaitu provinsi Banten, yaitu kenaikan kasus lebih dari 400 hingga 7.000 kasus di minggu ini,” kata Juru Bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito dalam siaran YouTube BNPB, Selasa (15/6/2021).

Wiku mengatakan kenaikan kasus itu terjadi di daerah tujuan mudik seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Banten dan Jawa Barat. Kasus juga meningkat di daerah asal pemudik, yaitu DKI Jakarta.

Atas situasi tersebut, sejumlah pihak dari WHO, asosiasi kedokteran, anggota dewan hingga muncul petisi menyarankan agar pemerintah segera mengambil kebijakan PSBB ketat. Berikut ini sejumlah pihak yang menyarankan agar PSBB ketat.

Simak video ‘Varian Delta Kian Menyebar, WHO: Prokes Harus Lebih Tegas dan Ketat’:

WHO Desak Indonesia PSBB Ketat

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti peningkatan kasus infeksi virus Corona (COVID-19) di Indonesia yang dipicu oleh varian-varian baru. WHO mendesak pemerintah Indonesia untuk memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dalam laporan situasinya, WHO mencatat bahwa peningkatan drastis tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit atau Bed Occupancy Ratio (BOR) telah menjadi kekhawatiran besar, dan memerlukan penerapan langkah-langkah kesehatan dan sosial masyarakat yang lebih ketat, termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Dengan meningkatnya penularan karena variants of concern, diperlukan tindakan segera untuk mengatasi situasi di banyak provinsi,” kata WHO dalam laporan situasinya pada Kamis (17/6) yang diberitakan Associated Press, Jumat (18/6/2021).

Lonjakan infeksi virus Corona telah terlihat minggu ini di provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Semuanya berlokasi di Jawa, pulau terpadat di Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau.

Pimpinan Komisi IX Desak Pemerintah PSBB Total

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris meminta agar pemerintah mengambil langkah tegas untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Charles mengusulkan PSBB usai tambahan kasus Corona harian semakin menggila.

“Angka penularan COVID-19 pasca-libur Lebaran 2021 semakin menggila. Pada Kamis (17/6), angka penularan dan kematian harian nasional mencetak rekor baru, yakni 12.624 kasus harian (tertinggi sejak 30 Januari 2021) dan 227 orang meninggal dunia (tertinggi sejak 3 April 2021),” kata Charles kepada wartawan, Jumat (18/6/2021).

Tak hanya itu, Charles menyebut angka keterisian tempat tidur hampir di seluruh Provinsi Jawa juga sudah di atas batas yang ditetapkan WHO yaitu 60%. Fakta-fakta antrean rumah sakit hingga rumah sakit penuh, kata dia, juga terjadi.

“Di sisi lain, angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) fasilitas kesehatan (faskes) di hampir seluruh provinsi di Pulau Jawa sudah di atas batas WHO 60%. Bahkan, di DKI Jakarta, BOR nyaris menyentuh angka 80%. Bayangkan bagaimana jika faskes di pulau tempat lebih dari separuh populasi nasional menghuni ini kolaps?,” ucapnya.

“Sementara fakta di lapangan, tanda-tanda faskes kolaps semakin nyata di depan mata: antrean pasien mengular masuk RS, ada pula yang ditolak karena RS penuh, bahkan ada yang meninggal dunia dalam perjalanan karena tidak kunjung mendapat RS rujukan. Di sisi lain, para tenaga kesehatan keteteran karena lonjakan pasien yang tak terkira,” lanjutnya.

Atas dasar itulah, politikus PDIP ini menyebut PPKM mikro yang saat ini berlangsung sudah tidak efektif lagi. Dia pun meminta agar pemerintah segera mengambil langkah pembatasan sosial berskala besar di seluruh Indonesia.

“Melihat data dan fakta tersebut, PPKM Mikro yang diberlakukan sekarang jelas tidak cukup merespons kedaruratan penularan COVID-19 saat ini. Buat saya, kondisi yang terjadi saat ini bukan hanya mengkhawatirkan, tapi sudah mengerikan. Perlu tindakan cepat dari Pemerintah Pusat untuk segera membatasi kegiatan sosial masyarakat secara besar (PSBB), tidak lagi parsial,” ujarnya.

“Kalau COVID-19 saat ini diibaratkan tsunami, PSBB ini seperti pemecah gelombang di lautan, sehingga gelombang yang sampai di daratan tidak begitu besar. Tanpa pemecah gelombang itu, saya takut para tenaga kesehatan dan masyarakat di daratan akan ikut tersapu,” imbuhnya.

Zulhas Usul Lockdown Akhir Pekan

Kondisi kasus COVID-19 di RI meningkat tajam. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengusulkan pemerintah agar menerapkan lockdown akhir pekan.

“Saya setuju PPKM diperpanjang, terutama di daerah-daerah zona merah dan hitam. Jika perlu, diberlakukan apa yang disebut lockdown akhir pekan,” kata Zulhas, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/6/2021).

Usulan itu disampaikan Zulhas di depan para kader PAN di Balikpapan, Kalimantan Timur. Dia mengajak semua kader PAN Kaltim dan seluruh kader se-Indonesia untuk ikut terlibat membantu pemerintah dalam penanganan COVID-19.

“Saat ini COVID-19 sedang naik-naiknya, di hampir semua kota. Saya minta seluruh kader untuk ikut terlibat menangani dan mengantisipasi efek COVID-19 ini, baik efek kesehatan maupun efek ekonominya. Mulai dari diri sendiri dan keluarga, lalu bantu lingkungan sekitar,” ujarnya.

Zulhas menyebut sejauh ini apa yang dilakukan pemerintah sudah baik. Tetapi, dalam kondisi luar biasa seperti sekarang ini, di mana terjadi lonjakan pasca libur lebaran dan cuti bersama, Zulhas menyebut perlu ada langkah luar biasa.

Asosiasi Dokter Desak Pemerintah Perketat PPKM!

Sebanyak lima organisasi profesi kesehatan bersuara agar pemerintah segera bertindak menghadapi wabah COVID-19 yang memburuk. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) meminta Indonesia melakukan pembatasan menyeluruh.

Menurut kelima organisasi profesi kesehatan tersebut, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro saat ini sudah tidak bisa membendung laju COVID-19 yang luas. Diperlukan upaya pembatasan ketat seperti pada awal COVID-19 merebak di Indonesia.

“Pemerintah terutama untuk memperketat PPKM ini. Apakah karantina wilayah atau apapun namanya untuk mengurangi mobilisasi masyarakat. Sehingga kita bisa menekan masalah di hulu,” kata Ketua PAPDI dr Sally Aman Nasution pada konferensi pers daring, Jumat (18/6/2021).

“Kami semua ini ada di hilir, kami dokter di hilir. Kalau hilir ditambah-tambah terus tapi hulunya enggak dikendalikan akan sulit nanti,” pungkasnya.

Muncul Petisi Desak Jokowi Lockdown, Ini 10 Tuntutannya

Ratusan orang meneken petisi online yang mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melakukan karantina wilayah. Petisi online itu diajukan lantaran kasus COVID-19 di Indonesia yang terus melonjak.

Petisi online itu dibuat melalui Google Document. Petisi itu disertai surat terbuka yang ditujukan kepada Jokowi.

Dilihat detikcom, Jumat (18/6/2021), pukul 18.33 WIB, sudah 469 orang yang meneken petisi tersebut. Ratusan orang itu ada yang berasal dari relawan LaporCovid-19, peneliti, dosen, hingga ibu rumah tangga.

Dalam petisinya, masyarakat sipil meminta Jokowi segera mengambil tindakan tegas. Menurut mereka, pemerintah cenderung lamban dalam mengantisipasi laju penularan COVID-19 yang diperparah dengan varian terbaru.

“Kami meminta Bapak untuk menggunakan kekuasaan Bapak secara arif dalam mengambil tindakan yang cepat, pasti, efektif, konsisten, dan terkoordinasi dengan baik dengan seluruh jajaran pemerintahan dari atas sampai ke bawah agar Indonesia tidak terjebak ke dalam gelombang kedua yang ekstrim seperti yang kita lihat di negara lain,” demikian bunyi dalam surat terbuka itu.

Mereka juga meminta Jokowi tak lagi memikirkan perihal ekonomi dan investasi. Menurut mereka, saat ini bukan waktunya memikirkan hal selain penyelesaian pandemi COVID-19.

Ada 10 desakan yang disampaikan melalui surat terbuka tersebut. Selain meminta karantina wilayah diberlakukan, mereka juga meminta Jokowi meningkatkan pengetesan, pelacakan, hingga vaksinasi.

“Mengeluarkan keputusan untuk karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan fisik, dengan sanksi yang tegas, serta memberi dukungan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial,” lanjutnya.

Berikut rinciannya:

1. Memperbaiki sistem penanganan gawat darurat terpadu, prehospital care, rujukan, ambulan dan pelayanan di puskesmas dan rumah sakit, serta meningkatkan kapasitas guna mengantisipasi lonjakan kasus.
2. Mengeluarkan keputusan untuk karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan fisik, dengan sanksi yang tegas, serta memberi dukungan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial
3. Meningkatkan tes dan lacak, yang sampai sekarang masih di bawah standar WHO
4. Menunda pembukaan sekolah tatap muka, sampai terjadi penurunan kasus.
5. Mempercepat vaksinasi gratis untuk semua orang di atas 18 tahun, dengan memprioritaskan pada manusia lanjut usia.
6. Memperbaiki sistem pendataan dan pelaporan kasus serta kematian karena Covid-19, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang akurat tentang kondisi pandemi. Menutupi kasus dan kematian, hanya akan membuat masyarakat semakin abai dengan protokol kesehatan.

7. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan sebagai bentuk penguatan puskesmas selaku garda terdepan layanan kesehatan masyarakat serta relawan COVID-19 termasuk petugas kecamatan/kelurahan/RW
8. Perkuat fasilitas kesehatan khususnya puskesmas dan rumah sakit dengan suplai Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan sesuai standar; pembayaran insentif tenaga kesehatan sesuai tanggal yang dijanjikan; kesediaan alat penunjang kesehatan seperti kasur, tabung oksigen, obat-obatan, fasilitas tes; hingga reaktivasi rumah sakit atau fasilitas kesehatan tambahan.
9. Menjamin perlindungan tenaga kesehatan serta jaminan insentif dan santunan bagi tenaga kesehatan.
10. Komunikasikan kebijakan karantina wilayah dan pembatasan sosial yang ketat secara konsisten dan terus-menerus melalui berbagai kanal media komunikasi yang dimiliki pemerintah nasional dan daerah, pelibatan tokoh masyarakat, organisasi keagamaan dan elemen masyarakat lainnya hingga indikator epidemiologi memenuhi standar emas penanganan wabah. (Dika)