Gugatan ke PN Jakpus Diduga Sejak Awal Sengaja Demi Penundaan Pemilu

Jam : 13:11 | oleh -157 Dilihat
Gedung PN Jakpus
Gedung PN Jakpus

Jakarta, ToeNTAS.com,- Sejumlah kelompok masyarakat sipil pemerhati pemilu menduga putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait penundaan pemilu disengaja. Mereka juga menduga ada kejanggalan yang muncul di balik putusan PN Jakarta Pusat.

Hal itu disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, dalam diskusi ICW bertajuk ‘Putusan Janggal PN Jakpus terkait Penundaan Pemilu 2024’, Minggu (5/3/2023). Feri mengatakan dalam catatannya sejak 2019 hingga 2023, ada 17 perkara permohonan perbuatan melawan hukum yang diajukan ke PN Jakpus.

Namun, dari 17 gugatan tersebut, tidak ada satupun yang dikabulkan. Feri mengatakan alasan majelis hakim PN Jakpus tidak menerima gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dikarenakan ada peraturan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan demikian.

“Dari 17 perkara yang berkaitan dengan PMH ternyata semuanya tak diterima oleh PN Jakpus, kenapa kemudian khusus kasus yang diajukan PRIMA tiba-tiba muncul, menurut saya mereka juga mengabaikan putusan MA nomor 2/2019 terutama pasal 10 dan 11, yang jelas mengatakan bahwa untuk perbuatan melanggar hukum, semua yang berkaitan dan berhadapan dengan penyelenggara pemerintahan, harus dialihkan ke PTUN, kalaupun harus menyatakan putusan, maka putusannya ‘tidak dapat diterima’, karena mungkin soal kompetensi absolutnya, bukan lagi kompetensi absolut dari PN Jakpus, jadi bukan yuridiksi dan segala macamnya,” ujar Feri.

Ada Kejanggalan
Feri menyebut putusan PN Jakpus ini perlu dicurigai ada ruang yang tidak sehat dalam putusan ini. Menurut Feri, sebenarnya putusan ini muncul karena PRIMA mengajukan gugatan sebab merasa kecewa dengan penyelenggara pemilu, karena itu, Feri mengatakan penyelenggara pemilu juga patut disalahkan.

“Oleh karena itu, saya menilai memang ini janggal patut dicurigai ada ruang-ruang yang tidak sehat, saya dipesankan oleh beberapa senior pengamat pemilu, bahwa perlu diingat, kasus ini harus dilihat lebih luas, terjadinya upaya PRIMA masuk ke PN Jakpus ini tidak lebih karena terjadi kecurangan besar secara nasional, lalu kalau kita ingat PRIMA sudah ajukan perkaranya sesuai kompetensi masing-masing lembaga yaitu Bawaslu dan PTUN, kalau diingat di Bawaslu mereka menang sebagian, lalu diajukan kepada KPU untuk diperbaiki, tapi PRIMA nggak dapat akses, mereka balik lagi ke Bawaslu, Bawaslu bilang kami tidak bisa nebis in idem,” papar Feri.

“Lalu kemudian mengajukan ke PTUN, lalu PTUN mengatakan tidak punya legal standing, mereka bingung kok antara penyelenggara mengabaikan hak-hak mereka, lalu mereka masuk ke PN Jakpus, cuma masuknya dengan emosional, dengan pilihan yang menurut saya salah besar, meminta agar pemilu dihentikan, ini gara-gara ulah penyelenggara timbul orang-orang yang merasa hak diganggu, lalu gunakan langkah inkonstitusional, tidak sehat bagi demokrasi, salah besar, dan gilanya lagi pengadilan memenuhi kegilaan-kegilaan yang salah,” imbuhnya.

Sengaja Minta Penundaan
Sementara itu, advokat dari Themis Indonesia, Ibnu Syamsu, menilai Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) sengaja meminta pemilu ditunda. Dia menepis pernyataan PRIMA yang mengaku tidak membuat petitum permohonan menunda pemilu, menurut Ibnu, permintaan penundaan pemilu jelas terlihat di petitum ke-lima.

“Saya lihat petitum pemohon sepertinya sudah sangat sengaja untuk melakukan penundaan pemilu, kita lihat digugatan petitumnya itu ada, di angka 5 walaupun tak ada kata ‘tunda’, karena penggugat juga mengatakan ‘bahwa putusan ini sama sekali tidak ada kata penundaan, coba cek kata penundaan di mana’. Tapi di petitum nomor 5 kan kelihatan banget kalau penggugat meminta tergugat dihukum untuk mengganti kerugian immateril, dan meminta tergugat melaksanakan sisa tahapan itu, yang bagaimana petitum dibuat tergugat diakomodir di amar putusan PN majelis hakim, artinya copy paste persis yang ada di petitum pemohon,” ucap Ibnu.

Diketahui, Prima mengatakan pihaknya saat itu sebetulnya hanya mengharapkan agar proses pemilu dihentikan sementara. Selain itu, dia juga mengakui sempat meminta agar KPU diaudit.

“Kita minta, sejak awal kita minta supaya proses pemilu itu dihentikan sementara, proses pemilu, gitu loh, proses pemilu dihentikan sementara, kalau sebelumnya secara politik kita melakukan gerakan-gerakan politik meminta supaya KPU diaudit supaya persoalannya jelas, di pengadilan kita menyatakan agar kemudian proses dan tahapan pemilu itu dimulai dari awal lagi,” Ketum Prima Agus Jabo Priyono.

Agus menyebut pihaknya tidak meminta agar Pemilu 2024 ditunda melainkan prosesnya dimulai dari awal lagi.

“Kalau kemudian proses pemilu yang penuh kecurangan seperti ini dilanjutkan itu akan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara pasca pemilu dilaksanakan. Maka yang kita tuntut bukan penundaan pemilu tapi prosesnya itu dimulai dari awal lagi, prosesnya dihentikan dan dimulai dari awal lagi,” sebut Agus.

Kembali ke pernyataan Ibnu, dia mengatakan pihaknya akan melaporkan hakim pengadil gugatan PRIMA ke Komisi Yudisial hari ini, Senin (6/3). Hakim akan dilaporkan dengan dugaan pelanggaran etik. (d.c/Mia)