Di Taiwan Sudah ada Pencoblosan, Dapat Picu Kegaduhan Pemilu 2024

Jam : 06:50 | oleh -129 Dilihat
Ilustrasi
Ilustrasi

ToeNTAS.com,- Pemungutan suara yang sudah dilakukan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Taiwan menimbulkan polemik. Peristiwa tersebut dikhawatirkan memicu kegaduhan yang lebih besar di Tanah Air karena bisa menurunkan kredibilitas sekaligus kepercayaan terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.

Dosen hukum pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai manajemen kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) kedodoran sehingga terjadi kelalaian yang membuat PPLN di Taiwan melaksanakan pencoblosan. Menurut dia, pengiriman logistik pemilu lebih awal harus jadi evaluasi serius karena berkaitan dengan pengelolaan surat suara yang apabila tidak dilakukan secara benar akan sangat rentan dimanfaatkan untuk kecurangan pemilu.

“Hal tersebut juga bisa menimbulkan kegaduhan serta menimbulkan keraguan atas kecakapan petugas dalam menyelenggarakan Pemilu 2024. KPU harus memiliki tim kerja yang solid yang secara intensif memonitor perkembangan penyelenggaraan pemilu di luar negeri. Mestinya hal itu tidak perlu terjadi apabila sistem teknologi informasi yang memonitor distribusi logistik atau SILOG benar-benar digunakan secara tertib,” kata Titi, Rabu (27/12/2023).

Diketahui, pelaksanaan pencoblosan baik di dalam maupun luar negeri harus merujuk kepada Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 tentang Jadwal Pengiriman surat suara baru bisa dimulai pada 2-11 Januari 2024. Sementara batas pengiriman kembali surat suara dari pemilih ke PPLN paling lambat 15 Februari 2024.

Titi menjelaskan, kelalaian PPLN Taiwan yang mengirimkan surat suara pos di luar jadwal yang sudah ditentukan merupakan tindakan yang sangat fatal karena merupakan indikasi mismanajemen yang mencerminkan ketidakprofesionalan. “Hal itu juga menunjukkan ada masalah dalam pengawasan oleh jajaran pengawas pemilu yang membuat prosedur distribusi logistik berjalan tidak sesuai aturan,” ucap Titi.

Titi menyarankan supaya KPU segera berbenah dan mengevaluasi koordinasi kerja di internal mereka. Demikian pula dengan Bawaslu. Bawaslu, kata dia, harus mengecek pada jajarannya di luar negeri apakah benar sudah bekerja melakukan pengawasan atau mereka memang tidak dilibatkan dan ada keterbatasan akses dalam proses distribusi logistik oleh jajaran KPU.

“Pemilu di luar negeri dilakukan lebih awal. Kalau ada masalah profesionalitas pengelolaan, maka itu akan berpengaruh terhadap kepercayaan publik di dalam negeri terhadap kesiapan penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan. Dampaknya bisa melebar ke mana-mana, bahkan mungkin dikaitkan dengan spekulasi atau disinformasi kecurangan,” kata Titi.

Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mempertanyakan efektivitas pengawasan yang dilakukan Bawaslu. Bahkan, kasus kelalaian PPLN Taiwan ini sudah beberapa hari terkuak, tapi belum terdengar ada respons atau reaksi dari Bawaslu.

“Ini Bawaslunya ke mana? Kan sudah membentuk pengawas pemilu luar negeri. Harusnya setelah kejadian begini Bawaslu cepat bereaksi. Ini malah kita belum dengar apa komentarnya,” kata Ray.

Ray mendesak Bawaslu segera bertindak karena ia melihat KPU terkesan menganggap kelalaian PPLN Taiwan ini sebagai persoalan enteng. Menurut Ray, keteledoran PPLN Taiwan tak dapat dianggap enteng. Ia menduga bisa saja ini bukan kelalaian biasa karena harusnya bila ingin menggelar pemungutan suara di luar jadwal yang ditetapkan KPU, PPLN Taiwan harus berkoordinasi dulu dengan KPU RI.

Bila tidak berkoordinasi lebih dulu, artinya, kata Ray, anggota PPLN Taiwan tidak profesional dan harus diberikan sanksi tegas. Serta dilarang untuk masuk ke dalam bagian penyelenggara pemilu berikutnya. “Ini ada apa dengan KPU? Ada penyelenggara yang tak profesional, tapi dianggap kelalaian biasa,” ucap Ray.

Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil menilai bimbingan teknis (bimtek) yang diberikan KPU terhadap PPLN tidak efektif karena masih ada kelalaian yang dilakukan seperti yang terjadi di PPLN Taiwan. Fadli merasa bimtek yang diberikan KPU tidak berdampak apa-apa karena baru pada tahapan distribusi logistik, PPLN sudah melakukan kesalahan.

“Ini mengherankan juga sebab yang kami tahu KPU itu bolak-balik keluar negeri komisionernya dalam rombongan besar itu melakukan bimtek terhadap PPLN. Kalau kualitas dan timeline kerja PPLN yang seperti itu, mengherankan juga. Artinya tidak berdampak bimtek yang diberikan KPU,” kata Fadli kepada Wartawan.

KPU itu bolak-balik keluar negeri komisionernya dalam rombongan besar itu melakukan bimtek terhadap PPLN

FADLI RAMADHANIL, Manajer Program Perludem

Fadli mengatakan, kesalahan yang dilakukan PPLN Taiwan sangat mengagetkan karena ini kecolongan besar bagi KPU. Dan ini, kata dia, sangat mengkhawatirkan karena baru pada tahapan distribusi logistik, kontrol, dan pengawasan KPU sangat longgar.

Setelah hal ini terjadi, Fadli meminta KPU secara transparan dalam proses pengembalian sekitar 6.000 surat suara yang sudah lebih dulu dikirimkan ke pemilih tersebut. Karena dikirim tidak sesuai jadwal dan peraturan yang berlaku, KPU kemudian menganggap sekitar 6.000 surat suara tersebut rusak.

“Proses pengembalian administrasi yang menyatakan itu surat suara rusak juga harus dilakukan secara transparan. Bila tidak publik akan tidak percaya terhadap pengelolaan dan manajemen logistik,” ujar Fadli.

Migrant CARE, sebuah organisasi pemerhati pekerja migran Indonesia sekaligus lembaga pemantau pemilu di luar negeri menilai KPU RI sembrono menggelar Pemilu 2024 di mancanegara. Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo menjelaskan, peristiwa itu diketahui setelah viral sebuah video yang memperlihatkan pemilih di Taiwan menerima amplop berisi surat suara Pemilu 2024.

Migrant CARE sendiri juga mendapatkan informasi dan gambar mengenai peredaran amplop berkop PPLN Taiwan dari beberapa pekerja migran Indonesia di Taiwan. Wahyu mengatakan, KPU RI memang sudah menjelaskan perkara tersebut dalam konferensi pers di Jakarta kemarin, Selasa (26/12/2023). KPU menjelaskan bahwa amplop yang berisi surat suara itu adalah metode pemungutan suara via pos, salah satu metode pemungutan suara yang berlaku di luar negeri.

Menurut KPU RI, seharusnya amplop berisi surat suara untuk dicoblos baru boleh didistribusikan mulai tanggal 2 Januari 2024. Karena itu, KPU menyatakan bahwa peredaran surat suara lebih cepat dari jadwal itu adalah bentuk kelalaian PPLN Taiwan. Sebagai solusinya, KPU menyatakan 31.276 surat suara yang telanjur tersebar adalah surat suara rusak, sehingga tidak dihitung saat penghitungan suara.

Menurut Migrant CARE, kata Wahyu, penjelasan KPU RI mengenai peredaran amplop berisi surat suara Pemilu 2024 di Taiwan masih sangat normatif dan prosedural. Seharusnya, lanjut dia, KPU RI memberikan perhatian lebih serius karena persoalan ini telah menimbulkan ketidakpastian di kalangan calon pemilih di Taiwan dan juga di negara-negara lainnya.

“Situasi dan kondisi ini juga memperlihatkan bahwa penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu RI di luar negeri masih dilakukan secara asal-asalan, sembrono dan tidak profesional,” ujar Wahyu.

PPLN di Taiwan diketahui telah lebih dulu menggelar pemungutan suara. KPU memastikan, pembagian surat suara Pemilu 2024 kepada pemilih di Taiwan itu melanggar aturan. Semua surat suara yang telah tercoblos di Taipei pun akan dianggap sebagai surat suara rusak.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengakui hal ini adalah sebuah kelalaian karena ada PPLN yang menggelar pemilu tidak sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan pencoblosan di Taipei diketahui karena adanya unggahan video yang memperlihatkan surat suara pemilihan capres untuk Pemilu 2024.

“Jadi, kalau boleh dikatakan, terdapat kelalaian atau ketidakcermatan PPLN Taipei, itu yang paling utama karena tidak memperhatikan jadwal yang sudah ditentukan dalam PKPU. Kami pastikan suara yang sudah tercoblos tidak dihitung dan akan dikategorikan sebagai surat suara rusak,” kata Hasyim di kantor KPU, Selasa (26/12/2023). (rep.c/Teguh)